Otakku
tidak pernah sampai untuk memikirkan puisi, karena mereka adalah kesalahan yang
terlalu sering kulupakan.
Karena
diriku terlalu pelit untuk mengatakan alasan, dan terlalu dengki untuk
mengatakan benci.
Aku
ingin kekuasaan penuh!
Aku
mendengar tangisanku sendiri, sebab, siapa yang mau menanggung dosaku?
Aku
melihat tulisan tentang Tuhan yang tidak dapat kubaca karena aku hanya
meringkuk kesakitan bukan bersujud.
Sekali
lagi, siapa yang akan menanggung dosaku?
Tulisan
yang mulai luntur dan mewarnai rambutku menjadi hitam, jemariku menyentuhnya
dan meneteskannya ke seluruh dunia, melekat pada beberapa wajah yang tak asing.
Wajah
tersenyum, wajah berpaling, wajah terpesona, dan wajah seorang teman yang
menyakitkan hati.
Wajahnya
terlalu lucu dengan sensor pada giginya yang ompong
Pada
akhirnya, aku hanya tersenyum miring tanpa sempat tahu bagaimana aku tadi
terjatuh.
Aku
tersenyum menghindari nasib lalu berbohong dengan tertidur palsu.
Hanya
jendela loteng yang terbuka bergoyang-goyang di atas kepalaku.