Senin, 12 Mei 2014

Mimpi Setelah Tidur....



Aku turut di bandara Adi Sucipto pukul 2 siang, lalu menunggu jemputan dari seorang teman. Aku sampai dirumah kontrakan dan langsung membaringkan tubuh dikasur yang spreinya masih kusut, sekusut pikiranku. Tertidur pulas.

Pukul 7 malam, aku terbangun. Entah kenapa, aku jadi memikirkan diriku dan manusia-manusia yang hidup di awal-awal era milenium. Masa kecilku adalah masa dimana semangat-semangat generasi 90-an masih tersisa di awal-awal milenium. Abangku, saudaraku yang tertua, setiap hari masih memutar lagu-lagu Red Hot Chili Pappers, Nirvana, Oasis, R.E.M, dan band-band 90-an lainnya. Hubungan pertemanannya belum mengenal handphone. Nongkrong, gitar-gitaran, ngeband, adalah aktivitas mereka yang menurutku sangat menyenangkan. Oh ya, ada satu lagi, MTV. Hehehe.

Sekitar 5 tahun kemudian, milenium mulai menunjukkan maksud dan tujuannya. Teknologi-teknologi modern bermunculan. Handphone, gadget, akses internet yang sangat mudah, masuk ke dalam wilayah anak-anak muda yang belum siap menghadapi kemajuan zaman seperti itu. Dan anak-anak muda tergilas karenanya.

Saat ini, selepas dekade pertama era milenium, kemajuan teknologi semakin menggila. Benda-benda bukti kemajuan teknologi bisa didapatkan dengan mudah karena harganya begitu murah. Dan komunikasi, meskipun harganya murah, tetap saja harus dibeli. Anak-anak muda tidak lebih dari sekedar konsumen.

Musik-musik yang dulunya disiarkan oleh MTV, saat ini digantikan dengan siaran musik lokal yang selalu menyesuaikan diri dengan selera masyarakat dan lipsing. Entah kenapa, aku tidak pernah suka dengan kenyataan ini.

Blur adalah band yang sangat gelisah dengan pergantian abad beberapa tahun yang lalu. Barangkali, keadaan seperti sekarang inilah yang sangat mereka khawatirkan, dan memang sangat mengawatirkan. Modern life is rubbish life!!

Dan anak-anak muda yang berani-beraninya menuntut reformasi pada akhir dekade 90-an, tidak pernah dan tidak mampu membaca fenomena tersebut.

Aku curiga bahwa ada sesuatu yang sangat berkuasa didunia ini yang mampu mengatur segala-galanya. Mereka mampu menyentuh segala segmen masyarakat, sampai pada kelompok agamis fanatis yang mengaku-ngaku menentang Amerika Serikat namun tetap saja rusuh sana-sini seperti kaum Jahiliyah yang diberantas oleh Muhammad, nabi kesayangan mereka. Mereka, kaum agamis tersebut, adalah bodoh dan tidak sadar karena mereka merusuhkan persoalan penyimpangan agama setelah menonton berita-berita di televisi dan internet yang merupakan karya agung Amerika Serikat, musuh mereka.

Sementara itu, anak-anak muda di fasilitasi alat-alat komunikasi canggih yang harganya murah sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengamati permasalahan dunia dan tidak ada lagi komunikasi intensif di antara mereka.

Dunia pendidikan-pun juga tidak jauh berbeda. Sistem belajar yang sebelumnya menggunakan komunikasi verbal, lambat laun mulai dibuat praktis dengan internet. Antara dosen dan mahasiswa tidak perlu lagi untuk bertatap muka. Sekolah-sekolah berstandar internasional di bangun dimana-mana, entah benar berstandar internasional atau berstandar Amerika tidak ada yang peduli.
Siapakah yang menciptakan hegemoni ini?

Dan aku hidup disini, aku merasa wajar dan bosan. Tidak ada anak-anak muda yang berpikiran untuk menjadi sosok yang mendunia. Sementara itu, tidak ada yang patut disalah atau dibenarkan karena memang bukan itu persoalannya. 

Persoalannya adalah kesadaran mengenai bagaimana dunia saat ini dan apa saja yang telah dirubah oleh kemajuan zaman, yang menurutku perlu dibangun. Sebagai manusia, sepertinya baik juga jika kita memelihara hal-hal yang sifatnya manusiawi agar tidak digilas habis oleh teknologi.

Di luar rumah, hujan turun secara tiba-tiba. Membawa kesepian yang mengurung manusia, dan kamarku yang sangat gelap menambah kegelisahan. “Ningsih”, seperti hujan diluar, nama itu tiba-tiba muncul dibenakku. Kesepian adalah pintunya, rindu adalah pemberiannya, kesedihan adalah kenyataannya, dan ia semakin menjauh, menjauh, dan menjauh. Namun belum menghilang......