Senin, 30 November 2015

Ujian Tentang Tanggung Jawab, Moral, dan Etika (Apakah Landasan Aksiologis dapat Aktual dalam Kehidupan yang Pendek Ini?)

1.      Berdasarkan temuan dari sumber-sumber yang mewakili zaman sekarang, dalam hal ini sumber-sumber yang diperoleh dari teknologi internet, uraikan dengan baik apa-apa saja yang menjadi tanggung jawab sosial ilmuwan!
Jawaban:
Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. beberapa bentuk tanggung jawab sosial ilmuwan, yaitu;
a. Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang akan berkembang berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat.
b. Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana di masyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu merumuskan jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut.
c. Seorang ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian permasalahan sosial di masyarakat.
d. Membantu pemerintah untuk menemukan cara dalam rangka mempercepat proses intergrasi sosial budaya yang mana integrasi tersebut bertujuan untuk mempererat tali kesatuan antara masyarakat. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik.
2.      Setujukah anda bahwa uraian mengenai tanggung jawab sosial di atas dapat berlaku secara universal bagi seluruh alam semesta serta dapatkah mewakili makna dari uraian yang dijelaskan di perkuliahan maupun uraian yang didasari oleh common sense? Jika setuju, tunjukkan persamaannya!

Jawaban:

Ada empat hal yang menjadi kunci dari uraian di atas; 1) ilmuwan harus mampu melihat permasalahan aktual dalam kehidupan sosial, 2) Ilmuwan harus bekerjasama dengan masyarakat untuk menemukan jalan keluar permasalahan, 3) Ilmuwan harus mampu menjadi mediator dalam masyarakat, 4) Membantu pemerintah/negara untuk mencapai persatuan. Sederhananya, tanggung jawab sosial ilmuwan berfungsi untuk menggiring masyarakat untuk melangkah ke kehidupan yang lebih baik. Di sinilah letak persamaan yang mendasari uraian di atas. Sehingga uraian tersebut dapat dikatakan berlaku secara universal. Barangkali, akan muncul pertanyaan, bagaimana dengan kelompok manusia yang belum mengenal negara dan kehidupan sosial yang dipahami saat ini? Sebetulnya perbedaannya hanya pada isi uraian. Namun, ide besar dibelakangnya, menggiring masyarakat melangkah ke kehidupan yang lebih baik, adalah sama. Ini adalah yang dipercayai Plato sebagai sesuatu yang kekal dalam kehidupan manusia.

3.      Coba jelaskan bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dan moral dapat  menjaga perdamaian dunia serta memelihara sisi kemanusiaan agar setiap individu tidak saling menyakiti satu sama lain, misalnya perang, yang salah satu faktor pendukungnya adalah kemajuan ilmu pengetahuan (produksi senjata)!
Jawaban:
Ilmu pengetahuan adalah hasil dari kemampuan manusia menggunakan akal-nya dan diakui kebenarannya. Namun, seperti yang terjadi di wilayah Timur Tengah dari ribuan tahun yang lalu hingga sekarang, kemajuan ilmu pengetahuan justru menjadi ajang saling menyakiti satu sama lain. Dalam filsafat, kita dapat mengenal akal, perasaan, serta nafsu dari cara berpikir Plato. Akal, menurut Plato, adalah kebijaksanaan, perasaan melambangkan keberanian, sedangkan nafsu harus dikekang agar kesopanan dapat ditegakkan. Permasalahan yang terjadi di Timur Tengah adalah kemajuan ilmu pengetahuan yang tidak diimbangi dengan kepahaman akan moralitas. Dengan kata lain, dengan segala pengetahuan yang diperoleh dari kebijaksanaan akal, serta keberanian yang didapat dari perasaan, setiap manusia juga harus mengekang nafsunya agar dapat menjaga kesopanan dan tidak saling menyakiti satu sama lain. Dalam salah satu ajarannya, Socrates mengatakan bahwa kehidupan ini berpusat pada manusia. Sebab, manusia adalah satu-satunya makhluk di dunia yang mampu memahami setiap hal yang ditemuinya serta menentukan mana hal yang baik dan buruk. Ilmu pengetahuan dan moral berhubungan di dalam jiwa manusia seperti penjelasan Plato tentang akal, perasaan, dan nafsu manusia.

4.      Jika seorang ilmuwan menemukan sesuatu yang baru, misalnya seorang ilmuwan yang mengabdi kepada negaranya menemukan bentuk baru dari atom yang memiliki potensi negatif karena dapat menyerang saraf manusia tanpa harus diledakkan seperti bom. Satu sisi, dia adalah seorang nasionalis pengabdi negara, di sisi lain, ilmuwan tersebut adalah manusia yang mengetahui mana yang baik dan buruk. Bagaimana cara anda menjelaskan secara ilmiah bahwa atom tersebut tidak dapat digunakan karena menyalahi aturan moral sedangkan negara yang anda abdi tengah berkepentingan untuk menggunakan teknologi tersebut untuk peperangan?
Jawaban:
Socrates adalah seorang ilmuwan yang pernah menanggung akibat karena ia menjaga kebenaran pikiran dan hati nuraninya. Ia menggugah pikiran masyarakat Yunani-Kuno dengan berkata bahwa kepercayaan terhadap dewa-dewa (politeisme) hanyalah hasil dari pikiran manusia. Akibatnya, ia dihukum mati dengan harus meminum racun pohon cemara. Sebagai seorang ilmuwan,  tanggung jawab moral tidak kalah pentingnya dari nasionalisme. Jika anda sebagai ilmuwan memilih untuk mengalah pada kepentingan negara, maka di sisi lain anda sudah membiarkan negara anda menyakiti manusia lainnya. Dengan menjelaskan kebenaran yang sebenarnya (kebenaran yang menjaga kesopanan menurut Plato) sebagai ilmuwan anda harus rela mengorbankan diri demi menjaga keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan moral. Begitulah cara yang harus dilakukan seorang ilmuwan jika berhadapan dengan situasi yang sangat rumit di atas.

5.      Menurut anda, apakah kebebasan dalam memperoleh ilmu pengetahuan serta kebebasan dalam memberi penjelasan secara ilmiah terkait dengan ilmu pengetahuan yang anda peroleh dapat menyalahi etika?

Jawaban:

Etika adalah soal keseimbangan dalam berpikir dan berperilaku. Aristoteles, menyebutnya sebagai “jalan tengah”. Penjelasan ilmiah, sudah jelas kontekstual karena dilandasi dengan aturan-aturan universal dari ilmu pengetahuan. Namun, kebebasan tetap dapat ditemukan dalam menjelaskan berbagai permasalahan. Contoh kasus, di suatu hari anda mendapati diri anda tengah kebingungan karena kehilangan bahan kuliah sedangkan pada saat itu juga anda harus mengerjakannya. Kemudian anda berpikir, “dengan pemahamanku akan konteks, maka aku bebas untuk mencari penjelasan ilmiah meskipun dari sumber yang berbeda.” Ketika itu anda lakukan, pada saat itu juga anda menemukan kebebasan ilmiah. Masalahnya, apakah kebebasan seperti itu dapat dikatakan menyalahkan etika? Tentu saja tidak, sebab anda sudah cukup seimbang karena anda tidak melupakan konteks, sementara itu, kebebasan yang anda miliki justru memberikan sesuatu yang berbeda atau bahkan baru.

6.      Dapatkah anda menjelaskan bahwa anda tidak menyalahi etika sebagai seorang ilmuwan?
Jawaban:
Etika adalah cita-cita ideal. Ada sebuah ungkapan mengenai etika. Ungkapan tersebut berbunyi sebagai berikut,” etika mencari dengan kemungkinan untuk keliru, dan kalau keliru, akan dicari lagi sampai terdapat kebenaran.” (Poedjawijatna). Idealnya, etika berarti mengambil tidak terlalu banyak, tetapi juga tidak terlalu sedikit. Tujuannya adalah menemukan kebenaran. Sedangkan Poedjawijatna mengatakan bahwa etika mencari dengan keinginan untuk keliru. Maka, keliru adalah jalan untuk menemukan kebenaran, begitulah premis umumnya. Sehingga, bukan tidak mungkin, tapi sulit, bagi seorang ilmuwan untuk menjelaskan bahwa dirinya tidak menyalahi etika.
7.      Setelah berbicara panjang mengenai tanggung jawab sosial Ilmuwan, ilmu dan moral, dan etika, terakhir kita harus membicarakan guna ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Pembicaraan mengenai hal ini, dalam filsafat ilmu pengetahuan, disebut dengan istilah landasan aksiologis. Menurut anda, adakah aktivitas ilmiah yang dilakukan secara tersembunyi untuk menghindari fungsi aksiologis-nya?

Jawaban:

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Ini adalah bukti dari adanya ide tentang perwujudan tanggung jawab sosial ilmuwan yang disertai dengan aturan moral. Di beberapa kasus, penemuan banyak hal mengenai listrik oleh Benjamin Franklin sekitar 1740-1750 M, menunjukkan gunanya pada manusia hingga saat ini. Hampir setiap orang di dunia sepakat mengatakan bahwa listrik sangat berguna bagi kehidupan manusia. Penemuan ini dibuktikan dalam sejarah ilmu pengetahuan. Tapi, adakah ilmu pengetahuan yang bersembunyi untuk menghidari fungsi aksiologisnya? Sebagian besar orang-orang di dunia curiga bahwa virus HIV/AIDS sengaja diciptakan untuk mengurangi jumlah populasi manusia. Kecurigaan dalam ilmu pengetahuan haruslah dilandasi oleh alasan yang ilmiah pula. Dalam sebuah khotbahnya, Jerry D Gray, seorang mantan angkatan militer Amerika Serikat, mengatakan bahwa virus HIV/AIDS sengaja diciptakan memang untuk mengurangi jumlah populasi manusia. (Selebihnya lihat di https://www.youtube.com/watch?v=5_f4HrzLVrI ). Dia menjelaskan dengan alasan-alasan ilmiah seperti adanya konspirasi dalam penciptaan virus HIV/AIDS tersebut. Dengan begitu, dapatkah kita mengatakan adanya aktivitas ilmiah yang menghindari fungsi aksiologisnya? Dengan kecurigaan yang ilmiah, maka kita dapat mengatakan bahwa hal itu ada. Namun, kita belum membuktikan bahwa hal itu memang benar-benar ada.

8.      Seseorang mahasiswa sastra, menggali ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sastra. Maka, ilmu pengetahuan itulah yang harus mahasiswa tersebut tunjukkan guna-nya bagi kehidupan manusia. Sedangkan kenyataannya saat ini adalah, kuliah hanyalah formalitas untuk mendapatkan ijazah saja. Banyak sarjana sastra yang ketika harus mengabdi kepada masyarakat di dunia setelah kuliah, memberikan sumbangan kepada masyarakat namun tidak berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang ia gali di sekolah. Misalnya, seorang sarjana sastra pada akhirnya bekerja sebagai buruh di pabrik sepatu yang menyebabkan limbah dan oleh karena itu merusak lingkungan. Bagaimanakah penjelasan filsafatis untuk kasus seperti ini?

Jawaban:

Seorang filsuf dari Jerman, Goethe, pernah mengatakan bahwa, manusia yang tidak bisa belajar dari masa tiga ribu tahun adalah manusia yang tidak pernah menggunakan akalnya. Pengalaman belajar harus dibuktikan. Seorang mahasiswa sastra yang menghabiskan lima tahun hidupnya untuk menggeluti sastra pada akhirnya bekerja pada suatu perusahaan yang merusak lingkungan hidupnya sendiri, seperti Goethe, maka mahasiswa tersebut adalah manusia yang tidak pernah menggunakan akalnya.