1. Berdasarkan
temuan dari sumber-sumber yang mewakili zaman sekarang, dalam hal ini
sumber-sumber yang diperoleh dari teknologi internet, uraikan dengan baik
apa-apa saja yang menjadi tanggung jawab sosial ilmuwan!
Jawaban:
Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban
seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian
permasalahan sosial. beberapa bentuk tanggung jawab sosial ilmuwan, yaitu;
a.
Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial
yang akan berkembang berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi di
masyarakat.
b.
Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana di
masyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan
tersebut mampu merumuskan jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut.
c.
Seorang ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian
permasalahan sosial di masyarakat.
d.
Membantu pemerintah untuk menemukan cara dalam rangka mempercepat proses
intergrasi sosial budaya yang mana integrasi tersebut bertujuan untuk
mempererat tali kesatuan antara masyarakat. Hal ini juga bertujuan untuk
mencegah terjadinya konflik.
(Sumber:
http://musyafirilmu.blogspot.co.id/2014/12/makalah-filsafat-ilmu-tanggung-jawab.html,
diakses pada 30 November 2015)
2. Setujukah
anda bahwa uraian mengenai tanggung jawab sosial di atas dapat berlaku secara
universal bagi seluruh alam semesta serta dapatkah mewakili makna dari uraian
yang dijelaskan di perkuliahan maupun uraian yang didasari oleh common sense? Jika setuju, tunjukkan
persamaannya!
Jawaban:
Ada
empat hal yang menjadi kunci dari uraian di atas; 1) ilmuwan harus mampu
melihat permasalahan aktual dalam kehidupan sosial, 2) Ilmuwan harus
bekerjasama dengan masyarakat untuk menemukan jalan keluar permasalahan, 3)
Ilmuwan harus mampu menjadi mediator dalam masyarakat, 4) Membantu
pemerintah/negara untuk mencapai persatuan. Sederhananya, tanggung jawab sosial
ilmuwan berfungsi untuk menggiring masyarakat untuk melangkah ke kehidupan yang
lebih baik. Di sinilah letak persamaan yang mendasari uraian di atas. Sehingga uraian
tersebut dapat dikatakan berlaku secara universal. Barangkali, akan muncul
pertanyaan, bagaimana dengan kelompok manusia yang belum mengenal negara dan
kehidupan sosial yang dipahami saat ini? Sebetulnya perbedaannya hanya pada isi
uraian. Namun, ide besar dibelakangnya, menggiring masyarakat melangkah ke
kehidupan yang lebih baik, adalah sama. Ini adalah yang dipercayai Plato
sebagai sesuatu yang kekal dalam kehidupan manusia.
3. Coba
jelaskan bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dan moral dapat menjaga perdamaian dunia serta memelihara
sisi kemanusiaan agar setiap individu tidak saling menyakiti satu sama lain,
misalnya perang, yang salah satu faktor pendukungnya adalah kemajuan ilmu
pengetahuan (produksi senjata)!
Jawaban:
Ilmu
pengetahuan adalah hasil dari kemampuan manusia menggunakan akal-nya dan diakui
kebenarannya. Namun, seperti yang terjadi di wilayah Timur Tengah dari ribuan
tahun yang lalu hingga sekarang, kemajuan ilmu pengetahuan justru menjadi ajang
saling menyakiti satu sama lain. Dalam filsafat, kita dapat mengenal akal,
perasaan, serta nafsu dari cara berpikir Plato. Akal, menurut Plato, adalah
kebijaksanaan, perasaan melambangkan keberanian, sedangkan nafsu harus dikekang
agar kesopanan dapat ditegakkan. Permasalahan yang terjadi di Timur Tengah
adalah kemajuan ilmu pengetahuan yang tidak diimbangi dengan kepahaman akan
moralitas. Dengan kata lain, dengan segala pengetahuan yang diperoleh dari
kebijaksanaan akal, serta keberanian yang didapat dari perasaan, setiap manusia
juga harus mengekang nafsunya agar dapat menjaga kesopanan dan tidak saling
menyakiti satu sama lain. Dalam salah satu ajarannya, Socrates mengatakan bahwa
kehidupan ini berpusat pada manusia. Sebab, manusia adalah satu-satunya makhluk
di dunia yang mampu memahami setiap hal yang ditemuinya serta menentukan mana
hal yang baik dan buruk. Ilmu pengetahuan dan moral berhubungan di dalam jiwa
manusia seperti penjelasan Plato tentang akal, perasaan, dan nafsu manusia.
4. Jika
seorang ilmuwan menemukan sesuatu yang baru, misalnya seorang ilmuwan yang
mengabdi kepada negaranya menemukan bentuk baru dari atom yang memiliki potensi
negatif karena dapat menyerang saraf manusia tanpa harus diledakkan seperti
bom. Satu sisi, dia adalah seorang nasionalis pengabdi negara, di sisi lain,
ilmuwan tersebut adalah manusia yang mengetahui mana yang baik dan buruk.
Bagaimana cara anda menjelaskan secara ilmiah bahwa atom tersebut tidak dapat
digunakan karena menyalahi aturan moral sedangkan negara yang anda abdi tengah
berkepentingan untuk menggunakan teknologi tersebut untuk peperangan?
Jawaban:
Socrates
adalah seorang ilmuwan yang pernah menanggung akibat karena ia menjaga
kebenaran pikiran dan hati nuraninya. Ia menggugah pikiran masyarakat
Yunani-Kuno dengan berkata bahwa kepercayaan terhadap dewa-dewa (politeisme)
hanyalah hasil dari pikiran manusia. Akibatnya, ia dihukum mati dengan harus
meminum racun pohon cemara. Sebagai seorang ilmuwan, tanggung jawab moral tidak kalah pentingnya
dari nasionalisme. Jika anda sebagai ilmuwan memilih untuk mengalah pada
kepentingan negara, maka di sisi lain anda sudah membiarkan negara anda
menyakiti manusia lainnya. Dengan menjelaskan kebenaran yang sebenarnya
(kebenaran yang menjaga kesopanan menurut Plato) sebagai ilmuwan anda harus
rela mengorbankan diri demi menjaga keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan
moral. Begitulah cara yang harus dilakukan seorang ilmuwan jika berhadapan
dengan situasi yang sangat rumit di atas.
5. Menurut
anda, apakah kebebasan dalam memperoleh ilmu pengetahuan serta kebebasan dalam
memberi penjelasan secara ilmiah terkait dengan ilmu pengetahuan yang anda
peroleh dapat menyalahi etika?
Jawaban:
Etika
adalah soal keseimbangan dalam berpikir dan berperilaku. Aristoteles,
menyebutnya sebagai “jalan tengah”. Penjelasan ilmiah, sudah jelas kontekstual
karena dilandasi dengan aturan-aturan universal dari ilmu pengetahuan. Namun,
kebebasan tetap dapat ditemukan dalam menjelaskan berbagai permasalahan. Contoh
kasus, di suatu hari anda mendapati diri anda tengah kebingungan karena
kehilangan bahan kuliah sedangkan pada saat itu juga anda harus mengerjakannya.
Kemudian anda berpikir, “dengan pemahamanku akan konteks, maka aku bebas untuk
mencari penjelasan ilmiah meskipun dari sumber yang berbeda.” Ketika itu anda
lakukan, pada saat itu juga anda menemukan kebebasan ilmiah. Masalahnya, apakah
kebebasan seperti itu dapat dikatakan menyalahkan etika? Tentu saja tidak,
sebab anda sudah cukup seimbang karena anda tidak melupakan konteks, sementara
itu, kebebasan yang anda miliki justru memberikan sesuatu yang berbeda atau
bahkan baru.
6. Dapatkah
anda menjelaskan bahwa anda tidak menyalahi etika sebagai seorang ilmuwan?
Jawaban:
Etika
adalah cita-cita ideal. Ada sebuah ungkapan mengenai etika. Ungkapan tersebut
berbunyi sebagai berikut,” etika mencari dengan kemungkinan untuk keliru, dan
kalau keliru, akan dicari lagi sampai terdapat kebenaran.” (Poedjawijatna).
Idealnya, etika berarti mengambil tidak terlalu banyak, tetapi juga tidak
terlalu sedikit. Tujuannya adalah menemukan kebenaran. Sedangkan Poedjawijatna
mengatakan bahwa etika mencari dengan keinginan untuk keliru. Maka, keliru
adalah jalan untuk menemukan kebenaran, begitulah premis umumnya. Sehingga,
bukan tidak mungkin, tapi sulit, bagi seorang ilmuwan untuk menjelaskan bahwa
dirinya tidak menyalahi etika.
7. Setelah
berbicara panjang mengenai tanggung jawab sosial Ilmuwan, ilmu dan moral, dan
etika, terakhir kita harus membicarakan guna ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia. Pembicaraan mengenai hal ini, dalam filsafat ilmu pengetahuan, disebut
dengan istilah landasan aksiologis. Menurut anda, adakah aktivitas ilmiah yang
dilakukan secara tersembunyi untuk menghindari fungsi aksiologis-nya?
Jawaban:
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Ini adalah bukti
dari adanya ide tentang perwujudan tanggung jawab sosial ilmuwan yang disertai
dengan aturan moral. Di beberapa kasus, penemuan banyak hal mengenai listrik
oleh Benjamin Franklin sekitar 1740-1750 M, menunjukkan gunanya pada manusia
hingga saat ini. Hampir setiap orang di dunia sepakat mengatakan bahwa listrik
sangat berguna bagi kehidupan manusia. Penemuan ini dibuktikan dalam sejarah
ilmu pengetahuan. Tapi, adakah ilmu pengetahuan yang bersembunyi untuk
menghidari fungsi aksiologisnya? Sebagian besar orang-orang di dunia curiga
bahwa virus HIV/AIDS sengaja diciptakan untuk mengurangi jumlah populasi
manusia. Kecurigaan dalam ilmu pengetahuan haruslah dilandasi oleh alasan yang
ilmiah pula. Dalam sebuah khotbahnya, Jerry D Gray, seorang mantan angkatan
militer Amerika Serikat, mengatakan bahwa virus HIV/AIDS sengaja diciptakan
memang untuk mengurangi jumlah populasi manusia. (Selebihnya lihat di https://www.youtube.com/watch?v=5_f4HrzLVrI
). Dia menjelaskan dengan alasan-alasan ilmiah seperti adanya konspirasi dalam
penciptaan virus HIV/AIDS tersebut. Dengan begitu, dapatkah kita mengatakan
adanya aktivitas ilmiah yang menghindari fungsi aksiologisnya? Dengan
kecurigaan yang ilmiah, maka kita dapat mengatakan bahwa hal itu ada. Namun, kita
belum membuktikan bahwa hal itu memang benar-benar ada.
8. Seseorang
mahasiswa sastra, menggali ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sastra.
Maka, ilmu pengetahuan itulah yang harus mahasiswa tersebut tunjukkan guna-nya
bagi kehidupan manusia. Sedangkan kenyataannya saat ini adalah, kuliah hanyalah
formalitas untuk mendapatkan ijazah saja. Banyak sarjana sastra yang ketika
harus mengabdi kepada masyarakat di dunia setelah kuliah, memberikan sumbangan
kepada masyarakat namun tidak berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang ia gali di
sekolah. Misalnya, seorang sarjana sastra pada akhirnya bekerja sebagai buruh
di pabrik sepatu yang menyebabkan limbah dan oleh karena itu merusak lingkungan.
Bagaimanakah penjelasan filsafatis untuk kasus seperti ini?
Jawaban:
Seorang
filsuf dari Jerman, Goethe, pernah mengatakan bahwa, manusia yang tidak bisa
belajar dari masa tiga ribu tahun adalah manusia yang tidak pernah menggunakan
akalnya. Pengalaman belajar harus dibuktikan. Seorang mahasiswa sastra yang
menghabiskan lima tahun hidupnya untuk menggeluti sastra pada akhirnya bekerja
pada suatu perusahaan yang merusak lingkungan hidupnya sendiri, seperti Goethe,
maka mahasiswa tersebut adalah manusia yang tidak pernah menggunakan akalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar