Rabu, 31 Juli 2019

Velociraptor

Akankah kita bahagia? Itulah pertanyaan yang harusnya kau tanyakan pada dirimu sendiri?

Kejujuranku terbayar sudah dengan itu

Sementara kau tidak tahu sejarahku, aku telah menuliskan banyak puisi tentangmu,

Mengenalmu, aku jadi tahu bahwa hidup ini hanyalah pilihan antara menderita dan berjudi

Lagu sedih yang membuatku menari? Bukankah itu sebenarnya hal yang sedang kau lakukan kepadaku?

Di situ kau berada, sementara kebajikan adalah perjudian

Aku bisa saja berhenti dan kembali ke dalam kesedihan jika saja aku sedang bosan menjalani hidup dengan penuh kebijakan

Hingga aku akhirnya menemukan jalan untuk meninggalkanmu dengan hati yang besar?

Apa tidak paham, kenapa mesti harus aku yang harus melakukan pelanggaran karena perasaanku tentang orang lain?

tidakkah dia mendatangi dan melelahkanmu?

Cinta yang tumbuh di atas rasa luka, tinggi besar, menjulang, ungu tua, dan semakin memekat di bagian atasnya?

Apakah tidak ada hal yang datang dan melelahkanmu setiap kali aku memikirkanmu yang sesekali saja pernah merayuku dengan rasa kesedihan?

kau membelah semuanya sehingga aku menjadi tidak mengerti bagaimana caranya untuk tahu bahwa sebenarnya tidak ada yang bisa kutemukan di dalam kegelapan.

Kenapa aku mencintaimu?

Nyanyianmu, Tidak Bisu..

Kenapa aku mencintaimu?

kau membelah semuanya sehingga aku menjadi tidak mengerti bagaimana caranya untuk tahu bahwa sebenarnya tidak ada yang bisa kutemukan di dalam kegelapan.

Apakah tidak ada hal yang datang dan melelahkanmu setiap kali aku memikirkanmu yang sesekali saja pernah merayuku dengan rasa kesedihan?

Cinta yang tumbuh di atas rasa luka, tinggi besar, menjulang, ungu tua, dan semakin memekat di bagian atasnya?

tidakkah dia mendatangi dan melelahkanmu?

Apa tidak paham, kenapa mesti harus aku yang harus melakukan pelanggaran karena perasaanku tentang orang lain?

Hingga aku akhirnya menemukan jalan untuk meninggalkanmu dengan hati yang besar?

Aku bisa saja berhenti dan kembali ke dalam kesedihan jika saja aku sedang bosan menjalani hidup dengan penuh kebajikan

Di situ kau berada, sementara kebajikan adalah perjudian

Lagu sedih yang membuatku menari? Bukankah itu sebenarnya hal yang sedang kau lakukan kepadaku?

Mengenalmu, aku jadi tahu bahwa hidup ini hanyalah pilihan antara menderita dan berjudi

Sementara kau tidak tahu sejarahku, aku telah menuliskan banyak puisi tentangmu,

Kejujuranku terbayar sudah dengan itu

Akankah kita bahagia? Itulah pertanyaan yang harusnya kau tanyakan pada dirimu sendiri?

Selasa, 30 Juli 2019

Rantau Baru

Puisi, JAKARTA -- Aku ingin kembali ke masa yang sudah begitu lama tertinggal sehingga karat-karatnya....

Tak kusebutkan satu per satu serbuk yang berkontaminasi dengan penyakit tetanus yang membunuh seorang ABG yang mati di dalam bayanganku yang....

Aku terdiam

dan musik tiba-tiba datang dan terdengar dari dan ke segala arah.

"Aku bekerja untuk seorang nabi," kata si Malin Kundang yang tidak paham dan tidak tahu bahwa dirinyalah yang selama ini tersesat..

DI lautan, mereka mengagung-agungkan dewa yang nyaris tidak berdosa. Aku permainkan kata-kata seperti aku dipermainkan oleh kata-kata

Cinta yang selama ini hadir

Cinta, cinta, cinta.. Kuhirup semua racun-racunmu sampai akhirnya diriku benar-benar memutuskan untuk mencumbumu

Aku sakit

Ini cuma bahasa, dan orang, apa hal yang baik yang bisa dikatakan tentang orang?

Dewa dan Dewi semakin jauh dari Manusia yang pikirannya hidup di dalam bahaya tidak bahayanya internet di gelanggang yang entah kita tidak pernah tahu

Dan hidup tetap mengalir sebegitu saja,
Dan kata-kata hanyalah mimpi-mimpi yang tertukar dengan manisnya janji-janji

Memiskinkan kita yang selalu tahu bahwa hidup hanyalah mimpi dan menjadikan mimpi kenyataan

Kau hanya berjalan di atas rel kereta api kelabu yang terpancar karena pantulan sinar matahari

Cahayanya masuk ke dalam sanubarimu melalui mata yang kini tak punya sela untuk lengah lagi karena perutnya yang tidak pernah berhenti membisikkan kata 'lapar'

Entah kepada Tuhan, entah kepada siapa

Aku mengalir masih seperti air yang lama-lama tertimbun oleh mimpi buruk umat bernama climate change

Namun, keacuhan orang membuat kita berpikir seolah-olah neraka itu biru, sepi, dan penuh privasi.

Atau, kita lupa jika teknologi juga dikendalikan oleh sesuatu yang jahat

Kiamat adalah narasi terbesar yang dirahasiakan sejak zaman para nabi hingga era sekarang ini di mana mereka yang tahu hanyalah mereka yang tahu bagaimana cara merahasiakan apapun

Manusia tidak bisa hanya setuju saja dengan apa dan siapa saja

Terkadang, kita harus mabuk ke dalam sesuatu agar tahu bagaimana dan siapa yang akan keluar selanjutnya: kegilaan? Atau, Kesadaran?

Keanehanlah yang menguasai pikiran kita

Dan pertarungan yang terjadi di balik suara yang serak karena bermimpi tidak lebih dari percobaan demi percobaan yang kali ini tidak memberikan hasil.

Kesedihan yang kutumpahkan sendiri selalu bertanya dan menodong untuk sebuah tanggung jawab besar yang harus kita lakoni layaknya seorang Dewa yang nyaris tidak berdosa

Dewa Laut yang berdosa karena mengakomodasi kemarahan Sang Ibu hingga akhirnya Malin Kundang berubah menjadi batu.

Di depan kapal yang telah dikutuknya Sang Ibu basah karena hujan badai yang tampaknya baru saja akan selesai

Dia menangis, menangis, dan menangis

Dan di malam yang sepi ini, aku menelusur masuk ke dalam apa yang dipikirkannya,

Air mata memberatkan diriku yang kini terselip di antara permainan-permainan yang tidak cocok di hati

Betapa sakitnya hati Sang Ibu melihat anaknya yang menikahi gadis lain,

"Semuanya yang telah kuberikan, kau berikan kepada orang lain!"

Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Sang Ibunda kepada anaknya yang sejak kecil suka menyimpan sifat aslinya.

Tentang ibunya yang miskin, ayahnya yang tidak pernah ada, cintanya yang sia-sia, masa lalunya yang hampa, dan mantan kekasihnya yang tidak pernah terbius dengan apapun selain yang keluar dari mulutnya,

Malin tidak pernah menceritakan semuanya

Malin tahu, bahwa dirinya suatu saat akan hidup di dalam tubuh seseorang yang entah siapa di masa yang jauh berbeda

Di situ, Malin mencari peruntungan lain

Rantau Baru

Rabu, 17 Juli 2019

Tensi Keinginan

(Untuk yang belum, dan untuk yang sudah)

Menyadari setiap perkataan dapat saja mengandung kebohongan, aku pun terpaku terbekap oleh kesunyian yang terasa begitu ganjil.

Bayangan-bayangan itu, berasal dari masa lalu yang mengalun layaknya mimpi, wujud murni dari presentasi manusia mengenai masa lalu.

Masa depan pun mengalir bagaikan darah di dalam jembatan keinginan, membentuk kulturnya masing-masing

Ketika perwujudan murni masa lalu dialirkan oleh darah ke dalam mimpi, dan perwujudan murni dari cita-cita memaksa kita berjalan dan melakukan segala hal dengan mata terbuka; maka di titik itulah keinginan yang begitu berat ini menjadi semakin mungkin dan pasti

Kesunyian asing yang tinggal di ufuk barat keinginan murni, memang sengaja ditampilkan dengan tidak masuk akal agar kita faham bahwa keinginan manusia untuk kembali ke masa lalu adalah tidak masuk akal

Memberitahukan bahwa mimpi bukanlah buaian atau bunga tidur, tetapi mekanisme tubuh berisi pelajaran penuh arti yang mencoba memberitahu bahwa tubuh kita benar-benar mengandung benih-benih narkoba

Lalu kita terbangun dengan cita-cita yang sebenarnya; yang memaksa beberapa orang di dunia ini untuk berhadapan dengan pilihan yang (ternyata) otoriter

Dan ternyata, kekecewaan yang sebenarnya itu tak seindah kegagalan-kegagalan yang digambarkan di dalam drama Hollywood atau pun acara-acara talkshow David Letterman dan siaran radio Howard Stern

Dan kini, aku benar-benar telah menyadarinya...



Fauzan Kumbang

Jakarta, 18/7/2019

Minggu, 21 April 2019

Puisi Sayang

Negaraku bagaikan pelita.

Dan pelita, tidak ada yang gemerlapan di tengah benderang,

Jangan ada kata benderang,

“Kan itu hiburan hitungannya? Olahraga,” ujarku.

Adapun, untuk kepahitan, kesakitan, atau pun perasaan luka mendalam yang berada di luar genggaman dan kontrol, Tuhan sajalah yang mengadili.

Dengan sikap-Nya.

Dan di sebuah tembok di bawah jembatan yang jaraknya hanya beberapa menit dari Stasiun Tugu, ‘Chairil Anwar’ berkata, “Mampus kau dikoyak-koyak sepi!”

Dengan sedih, aku mengingat, bahwa itu hanyalah 8 tahun yang lalu.

Rabu, 17 April 2019

Rennaisance, Itulah yang Nenek Moyang Kita Alami

JAKARTA – Sedikit berpikir dan memberikan ungkapan lewat tulisan mengenai sesuatu yang paling berbahaya di muka bumi; paham yang salah, paham yang sesat dan merugikan nilai-nilai moral serta melukai rasa kemanusiaan. Hal itu, apalagi kalau bukan: FANATISME.

Dalam sebuah riwayat keagamaan, diceritakan sebuah kefanatikan, di mana seorang ayah tega membuat keputusan untuk menyembelih anak kandungnya yang masih 7 tahun.

Tidak asing? Ya, itulah kisah Nabi Ibrahim yang tega menempelkan pisau ke nadi di leher Ismail dengan landasan menjalankan perintah Tuhan.

Dari zaman ke zaman, tindakan itu selalu diagung-agungkan sebagai bentuk keimanan yang sangat absolut dari Ibrahim kepada Tuhannya.

Namun, adakah dari kita yang berpikir sebaliknya mengenai hal tersebut???

Ada beberapa hal;

Pertama, hari di mana Ibrahim melakukan tindakan yang dia asumsikan sebagai pembuktian keimanan, saat ini diperingati sebagai hari Idul Adha atau Hari Raya Kurban. Kata kurban secara epistemologi, mengacu kepada kata korban. Hal itu tentunya karena berhubungan dengan pengorbanan yang dilakukan Ibrahim.

Kedua, apakah dengan melakukan perintah tersebut berarti bahwa Ibrahim tidak memiliki rasa kasih sayang terhadap anak kandungnya sendiri? Tidak. Tentu saja dia sangat menyayangi Ismail yang seperti dirinya, juga menjadi nabi. Karena, secara pribadi saya yakin, dia adalah seorang ayah yang berjiwa besar.

Ketiga, ke manakah ibu sang bayi? Hagar atau Hajar, perempuan sara yang menurut cerita populer diserahkan kepada Ibrahim sebagai gundik, dan melahirkan Ismail? Tidak ada yang tahu.

Ayah yang begitu patuh kepada Tuhan serta ibu yang tidak banyak tercatat di dalam riwayat membuat Ismail berada di posisi tanpa pilihan, sebelum Tuhan menurunkan mukjizatnya beberapa saat sebelum pisau di tangan Ibrahim mengorbankan nyawa anak yang dia sayangi.

Sampai di sini, mari kita coba untuk mengganti pemikiran bahwa maksud dari cerita tersebut adalah untuk membuktikan keimanan Ibrahim. Ganti filsafat keimanan populer tersebut dengan pemikiran yang lain, yakni lewat kejadian tersebut Tuhan nyatanya ingin menunjukkan kepada manusia sekaligus umatnya bahwa keputusan yang diambil oleh Ibrahim adalah pilihan yang salah.

Saya membayangkan, apa yang Ibrahim pikirkan ketika kemudian leher yang dia sembelih adalah leher seekor kambing? Seekor binatang?

Dengan kuasa-Nya, Tuhan menghembuskan akal sehat kepada Ibrahim, dan dalam seketika Nabi Besar tersebut mengubah pikirannya dan membesarkan seorang anak yang nantinya menjadi seorang nabi.

Di beberapa masa belakangan, kita sering kali dihadapkan dengan tindakan nekat dari terorisme yang tega mengorbankan siapa pun sebagai cara untuk menunjukkan keimanannya kepada Tuhan. Dengan penuh kebencian, mereka menyalahkan semua yang dianggap tidak baik. Dengan niat jahat, mereka menyerukan nama Tuhan seraya menyisipkan ayat-ayat kitab suci di kantong celana.

Jika benar mereka membenci sesama saudara manusianya, maka salah adalah satu-satunya jawaban yang paling tepat untuk menegaskan apa yang mereka lakukan dan pikirkan. Seperti halnya Ibrahim yang terprovokasi dengan tantangan Malaikat, di mana dirinya ingin memperlihatkan bahwa dia bahkan tidak masalah apabila harus mengorbankan sesuatu yang jauh lebih berharga dari harta kekayaannya.

Hal tersebut, justru membuat Ibrahim jatuh ke dalam pengorbanan yang salah. Pertanyaan malaikat kepada Tuhan berakhir dengan rentetan rasa bersalah yang juga berhak untuk dirasakan oleh Ibrahim. Malaikat apa yang mempertanyakan Tuhan tentang keistimewaan yang diberikan oleh-Nya kepada Ibrahim dengan alasan kekayaan yang Ibrahim miliki?

Iri bukanlah sifat asli malaikat.

Di dalam satu kesempatan, iblis justru menghasut Ibrahim agar mengubah pikirannya. Penyerahan diri yang sebenarnya justru diperlihatkan sang calon korban, Ismail, di mana dirinya yang tidak mungkin melawan keinginan imani sang ayah merelakan nyawanya yang masih sangat belia.

Namun, singkirkan semua cerita di atas!

Mari kita mencari tahu, apa maksud Tuhan dibalik berubahnya pikiran Ibrahim sesaat sebelum menggorok leher anaknya? Proses perubahan pikiran itulah yang sepantasnya diangkat sebagai lead dari seluruh cerita yang dibangun. Bukan bla bla bla bla bla bla soal keimanan dan ketek bengeknya yang hanya wah tapi menguras terlalu banyak energi daripada memberikan nilai kepada umat manusia.

Perubahan pikiran dalam waktu singkat yang dialami Ibrahim menjadi satu-satunya momen bernilai yang harus kita imani. Proses singkat tersebut, adalah detik-detik paling sederhana dan paling bijak yang tersembunyi di dalam hati nurani manusia, menyeruak ketika telah tiba saatnya.

Dengan segala kuasa-Nya, momen singkat di mana Ibrahim berubah pikiran tersebut, Tuhan menjentikkan api kesadaran, api logika, api akal sehat, api satu-satunya yang menuntun manusia menuju firdaus, kepada seluruh umatnya bahwa di antara seluruh proses yang melibatkan keyakinan, hanya ada satu momen singkat yang mampu menunjukkan sinar ketuhanan, yakni momen ketidaksadaran.

Manusia dilingkupi dengan kelemahan seperti itu. Termasuk kita, yang selama ini termakan oleh kisah keimanan heroik yang bla bla bla bla bla bla yang dimiliki Ibrahim alias fanatisme itu. Padahal, dengan perubahan pikiran pada momen singkat yang dialami Ibrahim, dengan tegas Tuhan mengatakan bahwa pengorbanan atau apa pun yang berjalan sesuai dengan kaidah fanatisme, tidak lain dan tidak bukan, tidak lain dan tidak bukan, adalah salah. Sekecil-kecilnya, dosa seperti itu lahir ketika saudara kita yang berbeda agama, kita kafirkan karena mereka dan kita memang berbeda agama.

Dan ketika Ibrahim mengganti korbannya dengan binatang, di saat itulah seluruh umat manusia mulai berhak merayakan lahirnya sebuah pemikiran baru yang membebaskan umat manusia dari seluruh kekejaman. Dengan seluruh ledakan kesadaran dan akal sehat, di hari itulah, yakni 10 Dzulhijjah sekitar 2000 tahun sebelum masehi, nenek moyang kita mengalami keajaiban filsafatnya.

Apa yang sebenarnya nenek moyang kita alami?

Walau pun mungkin kita berbeda agama dengan teman-teman kita di Barat, akan tetapi, ya, Rennaisance, itulah yang nenek moyang kita alami...

18/4/2019, Fauzan Kumbang

Senin, 01 April 2019

Natalie Portman

Kalau kau tidak menginginkan alkohol yang sudah menahun terpendam, ya sudah, aku bisa meminumnya sendiri.

Kau tahu, Natalie Portman adalah wanita idamanku, dan kerusakan yang kini terjadi di jiwaku benar-benar telah berubah menjadi monster menakutkan.

Ya, menakutkan memang. Namun, kau tahu, menghindar adalah hal yang paling menakutkan?

Seperti sungai, aku mengalir di antara bebatuan dan pancaran sinar matahari. Aku adalah salah satu dedaunan kering yang mengalir bersama arus sungai yang berirama gemericik.

Dan, Natalie Portman, selalu menghiasi perasaanku yang candu akan alkohol yang sudah menahun terpendam.

Perasaanku, adalah roket kebahagiaan yang dilepaskan menuju Hollywood. Perasaanku, adalah semuanya yang tidak bisa dijelaskan mengenai sebuah pemberhentian dalam kehidupan, yakni perjuangan.

Sekarang, silahkan ludahi aku....

Kamis, 17 Januari 2019

Pancaran Dari Langit

Dari bawah sini, aku benar-benar melihat segalanya dengan harapan mendalam. Di dalam sini, pancaran sinar matahari membuatku merasa terbuang (padahal sedingin-dinginnya lubang yang tinggali ini, tidak lebih buruk dari tempat di mana tidak ada pancaran sama sekali).

Di bawah sini, semuanya terasa begitu aneh karena aku tidak menemukan kaidah-kaidah dari suasana hati yang selalu bernuansa luka.

Dari bawah sini, aku mulai memahami bahwa dengan menjadi diri sendiri hampir seisi dunia akan membelakangiku tanpa satu pun petunjuk yang bisa memberikan keterangan kepadaku terkait dengan apa yang bisa kuberikan.

Di bawah sini ketakutan menghantamku. Aku merasa purba.

Tolong, beritahu aku mekanismenya, Wahai Engkau yang maha adil dan bijaksana.
Aku pernah melewati yang terburuk, akan tetapi dunia tetap saja dengan bentuknya yang sama.

Apa artinya itu?

Mengapa?

Dengan logikaku yang sangat lain ini membuatku menuduh dunia seolah-olah ia adalah mata yang menginginkanku pergi sejauh mungkin,

Mataku sendiri,

Sedih,

Sedih,

Sedih,

Terkadang, aku lebih merasa berarti dengan merasa bahwa lebih banyak tempat di dunia ini yang tidak menginginkanku daripada sebaliknya,

Aku sudah sampai kepada titik mengapa diriku dilahirkan ketika mimpi datang dan membuat duduk kembali di meja pembicaraan,

Berhadapan dengan nasib,

Jalan keluar adalah satu-satunya jalan keluar.

Rabu, 16 Januari 2019

Memang

Seringkali kita merasa terlalu yakin, sehingga kita lalai untuk menyadari bahwa

tidak ada sesuatu yang tidak sementara.

Kalau kau tidak percaya, coba saja sendiri, Cantik.

Sulit memang untuk mengurai sesuatu yang sudah ditakdirkan melekat.

Anggaplah moral membuat kita berada di posisi yang selalu dapat dikoreksi,

Haruskah kita ikuti?

Tiap kali sebuah kalimat terhenti, tiap kali pula diriku dan dirimu berpikir untuk
berhenti, Cantik.

Akan kita apakan keindahan yang belum jadi ini?

Aku pun sebenarnya sudah terlalu sering kembali berada di titik di mana cinta benar-benar tidak bisa dimengerti.

Cinta yang tidak pernah terurai.

Cinta yang hanya bisa dibeli dengan cara mengunci harga diri,

***
Aku pun memikirkanmu berkali-kali,

Berkali-kali tanpa ada jalan bahkan hanya untuk mendengarkan apa kata logika.

Menjadi musafir dan tak setitik pun dari perjalanan ini kupahami.

Sampai dengan pada akhirnya kubiarkan diriku untuk sejenak tertidur pulas di dalam musik-musik yang meniupkan janji dengan tawaran menggiurkan tentang masa depan,

Pada kenyataannya, aku hanyalah seseorang yang bercermin kepada kenyataan dan melihat kefanaan,

Musafir seperti diriku,

Memang ditakdirkan untuk berjalan lebih lama,

Jika kau mau, kau pun boleh segera pergi meninggalkanku.

Bahkan dari titik yang paling jauh sekali pun, di mana antara kau dan aku yang ada hanya perasaan yang tak dapat diurai,

Melekat karena harapan-harapan serta khayalan

Dan itu semua terjadi hanya karena aku tidak tahan dengan kecantikanmu.