Minggu, 30 Desember 2012

Hujan...

Hari ini, aku memandang hari sebagai Awan mendung yang ditembusi panas cahaya matahari, terus jatuh ke Bumi. Mengenai kulit manusia... Huhh! 

Panasnya adalah sebuah pertanda, panas menusuk.
dan memang basah sekali hari ini, dengan matahari yang menghujamkan panasnya ke awan mendung.

Tidak pernah ku sukai hal semacam ini, kontradiksi yang tidak dapat dinikmati, mendung bertemu dengan cahaya matahari. Jika ingin gelap, gelaplah sekalian!!

Biarkan aku menatap mata dari setiap hujan yang turun dengan langit yang gelap.

Dan jika sudah tiba waktunya untuk kecerahan menjilati kulit bumi, maka cerahlah dengan secerah-cerahnya.

Minggu, 23 Desember 2012

SISTEMATIKA KEHIDUPAN



Hidup punya sistematika, sebuah sistematika yang terstruktur. Dimana sistematika kehidupan itu diletakkan pada posisi yang berurutan dalam sebuah struktur yang mengantonginya. Ada bagian penting dan ada bagian yang cukup penting, karena tidak ada sesuatupun dalam hidup ini yang tidak penting. Dan penting atau cukup pentingnya sesuatu, tergantung pada situasi dan kondisi yang berkaitan dengan kebutuhan dari Individu.

Dan selanjutnya, mari kita menuliskan "Sistematika Kehidupan" itu kedalam sebuah puisi:

SISTEMATIKA KEHIDUPAN

Desember telah basah karena hujan, dan diri kini termenung di sebuah pertigaan jalan dan menatap aspal yang basah, orang lalu-lalang, dan segelas kopi yang masih panas.

Hidup adalah kepentingan, karena setiap orang punya kepentingan. Termasuk diri ini, juga tidak terlepas dari kepentingan.

Tapi, dunia punya jutaan bahkan triliunan hal yang mampu membuat orang lupa akan diri sendiri, lalu terlepas menuju langit yang tak terjangkau oleh jari manusia.

Lalu, tertinggallah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu Sistematika Kehidupan.

Tapi, basahnya Desember ini, menghantarkan kesadaran yang dulu pernah direnggut oleh kesenangan mencumbu metafisis

Dan lukisan peta sistematika kehidupan itu mulai terlihat dari timbunan debu yang disiram oleh hujan di bulan Desember ini.

Disertai senyum manis dari seorang anak muda yang jungkir-balik karena pencarian atas peta miliknya itu.

Sekarang, ketika peta sudah ditemukan, maka rasio akan memulai tugasnya; membangun fasilitas yang menjadi sarana dalam penuntasan setiap bagian yang ada dalam permainan Tuhan ini.

Dan akhirnya, mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa kita sebenarnya tidak bebas, kita melanglang-buana di dalam struktur yang diciptakan Tuhan.

Dan akhirnya, mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa Tuhan itu Ada...


Yogyakarta, Desember 2012

Sabtu, 10 November 2012

SAJAK KEBINGUNGAN


Merasakan seseorang wanita dari dalam hati saja adalah salah satu dari beribu ketidaknyamanan yang ada di dunia ini.

Berkeliaran saja Dia tanpa perduli dengan situasi, seenaknya saja hingga diri terbentur dalam satu kebingungan.
S
atu pertanyaan muncul dari dalam kebingungan, “apa yang harus dilakukan?”

Dan solusi? Seakan-akan jauh tak terjangkau. Dan jika banyak yang berucap soal hidup adalah kegelisahan, itu wajar.

Kita selalu gelisah, ada waktu yang tersisih untuk sang gelisah datang bertamu dan mengganggu sang tuan rumah.

Dan diri, selalu gelisah karena bayang-bayang dan mimpi yang datang membawa dirinya dalam angan berujung sepi selalu saja menghantui tanpa membonceng sang solusi.

Keinginan utama tidak pernah menjadi hal yang paling dekat untuk dijangkau, karena manusia terlalu suka bermimpi.

Tapi, mimpi adalah hal yang paling tulus, namun “mungkin” tidak logis untuk direalisasikan. Belajar untuk hidup bersama hal yang tidak sepenuhnya diinginkan, mungkinkah itu merupakan solusi? Mungkin saja, kendati diri sedikit ragu untuk mengatakan iya.

Atau, biarkan itu menghantam diri sampai pada fase dimana rasa muak datang dan membunuh mimpi yang memanifestasikan dirinya menjadi ketidaknyamanan itu?

Yang jelas, aku ingin menghidupkan mimpi-mimpi itu dalam wujudnya yang utuh ke dunia nyata, kedepan mata dan bisa kusentuh dirinya.

Dan aku telah menyentuhnya.

FAUZAN KUMBANG

Jumat, 09 November 2012

Seorang Wanita yang bergelantungan pada benang merah kekecewaan itu…

-->
Untuk saat ini, aku kehilangan semangatku. Kehebatan yang kemaren telah ditelan oleh kenyataan yang hadir dengan wajahnya yang menjengkelkan.

Untuk itu, aku mengambil sebatang rokok lagi dan membakarnya dengan api yang berasal dari korek gas berwarna kuning. Lalu menghisapnya dan kemudian asapnya masuk ke paru-paru lalu mengintip bagaimana keadaan hati. Ternyata hati sedang gelisah.

Dan malam…

Aku tidak akan memejamkan mataku walaupun sudah saatnya dipejamkan. Biarkan saja ia melihat bagaimana sebuah kekesalan jiwa hadir di depannya, dimana harapan yang sangat di impikan tak kunjung datang ketika ia sedang terbuka, bukan melihat dalam mimpi yang terkadang mendatangkan kebahagiaan.

Lagu-lagupun sekarang berarti kesedihan, sendu, kelam, dan menusuk ulu hati.

Di antara semangat yang hilang, sebatang serokok yang telah dibakar, mata yang belum dipejamkan, dan lagu-lagu yang sendu, semua itu tersambung atas sebuah benang merah kekecewaan. Dengan seorang wanita mungil yang bergelantungan pada benang kekecewaan itu.

Wanita yang memberi rasa ingin kepada si empunya mata, kepada si perokok, kepada si pendengar lagu sendu, dan ia masih bergelantungan pada benang merah berarti asa yang tipis.

Akupun memutuskan untuk menyambut pagi dengan perasaan kacau, karena sebuah pertanyaan telah datang,

apa sih yang bisa ditawarkan oleh kesendirian??

Fauzan Kumbang


Rabu, 19 September 2012

Mendung ini . . .

Aku baru tersadarkan, bahwa selama ini caraku menikmati dunia telah membuatku menjadi seseorang ternyata disatu sisi angkuh. Mungkin, aku telah terjebak pada sebagian dari bermacam-macam lingkungan dunia saja. Aku melupakan apa yang namanya pengkondisian sosial, dan juga dengan statusku sebagai makhluk yang akan selalu bermobilisasi dari satu lingkungan sosial ke lingkungan sosial yang lainnya, kemanapun dan kapanpun. Kesadaranku itulah, yang entah mengapa, pada akhirnya membuatku ingin menuliskan tentang sebuah cerita, manifestasi dari perasaanku.

#####
Rokok terakhirku telah tandas, warung terdekat telah tutup, dan aku mabuk. Aku membathin,"andaikan saja semuanya terbuka dan tak perlu menunggu waktu untuk mengatakan apakah itu sebuah kesalahan, khilaf, atau mungkin kebiadabanku". Semuanya seperti awan yang menanti datangnya uap air agar memenuhi tubuhnya, lalu menghujamkannya sekeras mungkin ke permukaan bumi yang lelah ini. Sehingga bumi terkejut dengan apa yang telah dilakukan oleh sang langit.

Ini seperti banjir yang datang dari salah satu kanal kehidupan yang aku sendiri belum tahu, dan tidak mempersiapkan, apalagi memperhitungkan, bahwa air dengan volume yang besar akan menghantam kearahku. Sialnya, aku kurang peka dengan tanda-tanda alam yang hadir, sehingga aku menjadi angkuh dan melupakan bahaya dari kanal itu. Dan sekarang, aku telah kebanjira, paling tidak hingga beberapa minggu kemudian. Aku terjebak.

Aku berpikir, dan masih dalam keadaan mabuk, aku harus menghadapi banjir itu dan memutuskan bahwa ini adalah banjir terakhir kali yang datang dari kanal yang terlupakan itu. Permainan ini tengah memasuki level yang lebih tinggi dan rumit.

#####
Seketika aku tersentak dari lamunan, dan kamar sederhana ini menyempurnakan lamunanku. Sampai-sampai ada semacam bayangan-bayangan ruh yang keluar dan melompat satu persatu dari pori-pori kecilku, keluar dan menyatu satu sama lain hingga menjadi sesosok bayangan, yakni diriku sendiri, tetapi dalam bentuk yang kontradiksi. Ini mungkin, bayanganku itu, adalah sesuatu yang menyempurnakan hakikatku sebagai manusia selama ini.

Aku menatap bayangan diriku itu dengan tatapan serius, begitu juga dengannya. Lalu, tiba-tiba kami tetawa secara bersamaan. Bayanganku itu ternyata cukup hebat, ia bisa menghadirkan sebotol Mansion Jumbo hanya dengan mengucapkannya saja. Lengkap dengan sloki-slokinya. Hebat bukan? Lalu bayanganku itu mengisi kedua sloki itu dengan minuman, kemuadian kami melakukan cheers dan menenggak tandas tuntas satu sloki.

Setelah itu, ia membuka pembicaraan, "Bagaimana rasanya?"
"Ini minuman yang tidak terlalu enak ditenggorokan". Kataku.
"Kamu tahu? Minuman ini akan membuat kita menjadi ngawur".
"Tapi kurasa, ngawurnya itulah yang akan menjadi kenimatan dari minuman ini". Lalu aku bertanya padanya,
"Jika disuruh memilih, kau mau tinggal di surga atau neraka??"
"aku pilih neraka" katanya, dan aku cukup kaget mendengarnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"karna aku berasumsi bahwa aku lebih cocok disana. Hahaha. Dan aku rasa, aku akan punya banyak teman disana. Disurga mungkin tak kutemukan itu semudah dineraka".
"Bagaimana jika ternyata teman-temanmu itu masuk ke dalam surga?"
"Apa kau yakin?" Tanyanya.
"tidak". jawabku.
"hahaha". Lagi-lagi, aku dan bayanganku itu, kami tertawa berbarengan.
"Tapi, bagaimana denganmu, jika sang kondisi meletakkan dirimu di surga?"
"Gimana ya? Hehehe, pertama-tama mungkin akan kukatakan pada sang kondisi itu bahwa ia bajingan. Dengan bercanda tentunya. Lalu, aku hanya akan bermalas-malasan didalam surga yang kaku dan lebih sering tidak logis itu. Baru mungkin aku akan belajar tentang kondidi sosial disana setelah aku diceramahi oleh para penghuninya yang sok suci itu".
"well, well, well. Tapi kau harus rasakan dulu efek yang ditimbulkan setelah kau di surga itu".

#####
Percakapan itu berakhir. Dan tiba-tiba, aku benar-benar dimasukkan kedalam surga oleh sang kondisi. Itu rasanya tepat setelah aku bangun dari tidurku yang mabuk semalam. Bayangan diriku telah hilang, mungkin telah masuk lagi kedalam diriku melalui pori-poriku. Kemudian aku berdiri sembari mengamati sekelilingku. Semuanya yang ada disini terlihat sangat rapi, tapi tetap saja tak menarik bagiku. Dan aku cukup kaget dan menjadi tertawa terpingkal-pingkal, karena dipohon Kuldi yang dulu katanya membuat Nabi Adam dan Hawa dideportasi dari surga ke bumi, yang terletak hanya 2 meter di dekatku, dibatangnya tertulis sebuah papan larangan, yang aku kira adalah sebuah kekonyolan jika dipasang dineraka yang banyak asap itu. Di papan larangan itu tertulis :

"THANK YOU FOR NOT SMOKING!!"
Peraturan Gubernur Surgawi
Aku tak bisa menahan tawa melihan kekonyolan itu, dan itu membuatku untuk menduga-duga, jangan-jangan yang menjadi penyebab dari pendeportasian Adam dan Hawa ke bumi adalah papan larangan itu. Mungkin saja, Adam dan Hawa yang ketika itu baru saja memakan buah Kuldi, dan seperti biasanya orang-orang akan butuh rokok setelah makan, lalu Adam dan Hawa merokok disana dan lupa kalau Tuhan itu maha melihat. Kemudian merekapun ketahuan oleh Tuhan dan dicampakkan kebumi. Jadi, tidak seperti yang tertera didalam kitab suci, Bahwa Adam dan Hawa dideportasi kebumi bukan karena telah memakan buah Kuldinya, melainkan karena telah merokok dibawah pohon itu. Dan aku merasa kasihan terhadap buah Kuldi yang enak itu, dilarang karena kesalahan yang bukan berasal dari dirinya. Astaghfirullah!! Ampunilah dosa-dosa Adam dan hawa beserta anak cucunya, termasuk juga saya. Amin.

Setelah bosan dengan pohon Kuldi yang sejuk layaknya ruangan ber- AC itu, akupun berjalan menuju ke sebuah taman yang berada tidak jauh dari pohon itu. Aku masuk kedalam taman, ternyata disanapun juga terdapat papan larangan merokok disetiap sudut. Di taman itu, terdapat bangku-bangku layaknya di taman yang ada di bumi. Disitulah para penghuni surga yang berpakaian rapi nongkrong-nongkrong, tertawa-tawa, dan bercanda. Lalu, aku mendatangi salah satu dari kelompok-kelompok itu untuk mencoba bersosialisasi. Tapi, setelah 30 menit bersama mereka, aku merasakan kebosanan yang luar biasa. Apa yang mereka bicarakan, tertawakan, semuanya tidak menarik bagiku. Lalu aku memberanikan diri untuk merokok . Kukeluarkan sebungkus Gudang Garam dari kantong celana sebelah kiriku lalu membakarnya.

Tapi apa yang terjadi, barusaja aku menghembuskan asap untuk pertama kalinya, tiba-tiba sirine yang suaranya membuat bising jiwa dan raga itu berbunyi. Semua orang panik, dan ada juga yang berteriak sembari menunjuk-nunjuk kearahku. Tentu saja aku terkejut dengan reaksi ini, ternyata disini sikapku adalah hal yang tidak lazim.

Tak lama kemudian, para petugas keamanan datang dan aku dibawa kekantor mereka untuk kemudian diceramahi. Petugasnya cerewet sekali, sampai-sampai aku menjadi terkantuk-kantuk mendengar bacotannya. dan setelah beberapa lama di interogasi di kanor polisi surga, akhirnya aku memutuskan untuk angkat kaki dari surga dan tidak akan pernah mengunjunginya lagi. Tapi, tidak semudah itu, sebelumnya ternyata aku harus bersikap totalitas dalam mengurusi prosedur pendeportasianku yang bertele-tele. paling tidak 2 minggu.

#####

Sudah 2 hari berlalu semenjak peristiwa merokok di taman itu, akhirnya aku mendapatkan semacam wahyu entah dari siapa, mungkin dari Tuhan.Wahyu tersebut mengataka, bahwa meskipun kau pada akhirnya memutuskan untuk meninggalkan surga ini, tapi paling tidak kau mengerti tentang kepahitan buat orang-orang sepertimu jika hidup di surha. Dan kau harus bisa bersikap profesional dalam kondisi bagaimanapun.

Sekarang, aku tinggal menghitung hari detik demi detik untuk sebuah pendeportasian yang menyenangkan......

#####
Aku terbangun, alarm telah membangunkan dari tidur semalam. Kulihat jam, waktu telah menunjukkan pukul 06.50. Sementara aku ada kelas tepat jam 7. Tapi karna mataku masih belum kondusif, dan pikiranku masih belum beres, aku menjadi kepikiran lagi dengan sesuatu yang rasanya baru  saja terjadi, mimpiku. Sekian menit aku merenungkan mimpi semalam yang rasanya aneh itu, kemudian akhirnya aku berdiri dengan malas dan mengambil peralatan mandi di atas lemari. Ketika aku melihat jam, waktu sialan itu dengan cepat berputar, sekarang sudah pukul 06.58.

"Anjing, mimpi sialan, aku jadi telat kan". Tapi, tidak ada cerita untuk membolos. Tiba-tiba, aku merasakan ada sesuatu dari dalam perutku yang mendorong agar aku bersegera menuju ke kamar mandi. Desakan dari dalam perutku itu ternyata harus memenuhi syaratnya dan "TUUUUTTH!!". Suara kentut dengan baunya yang sia-sia itu mengiringi langkahku menuju kamar mandi. . . .


Fauzan Kumbang

20 September 2012, Yogya

Minggu, 16 September 2012

Hidup ini toh layaknya permainan

Hidup ini toh layaknya permainan,

bukan tugas yang harus diselesaikan

layaknya tugas kuliah,

tetapi satu hal yang harus dinikmati.

Lantas, apa yang membuatmu bertingkah kaku?

Lantas, apa yang kau khawatirkan?

Hidup ini toh layaknya permainan,

yang ada hanya sebuah cara,

bagaimana kau bisa menikmatinya, 

bukan menyelesaikannya.

Karena, hidup ini memang sebuah permainan...