Sabtu, 31 Mei 2014

KENAPA KAMU BERTUNANGAN, NING???!!!


Pelangi, sampai pada titik dimana manusia tidak mampu lagi mengendalikan sesuatu yang kita miliki seperti misalnya lampu-lampu bercahaya oranye yang senantiasa menyinari semua kalangan orang-orang yang tak pernah bercita-cita lebih tinggi dari apa yang aku tidak mampu menebaknya, tapi bisa kupastikan itu rendah.
Siapakah yang menjadi pelaku dari kejadian-kejadian yang muncul diluar otakku yang sederhana dan tak mau tahu tentang persoalan yang tidak masuk akal, apalagi tentang kisah cinta yang di bumbui oleh peristiwa-peristiwa yang tak pernah dicatat oleh para pencipta langit dan bumi, manusia dan pelangi, teknologi dan kemapanan yang menang mutlak atas sebuah generasi yang memiliki otak nanar namun berjiwa lalu aku hidup didalamnya dan mengerti apa yang terjadi sebenarnya.
Zaman berlalu begitu saja, tiga menit sudah. Tidak ada peristiwa istimewa dibalik tirai-tirai baja yang saat ini menjelma menjadi gema-gema ringtone handphone dan mampu menembus privasi-privasi umat manusia. Aku dimakan oleh unsur-unsur gaib yang aku tak pernah mengerti sama sekali, bahkan pedulipun tidak. Teknologi memang cocok dijual di dunia yang masih percaya dengan dukun.
Kurcaci yang jumlahnya 9 kusuruh bekerja diladang yang hanya ada didalam khayalanku, dan wanita yang benar-benar aku cintai bertunangan dengan seseorang lelaki biasa-biasa saja pada saat aku sibuk dengan urusan bagaimana cara merealisasikan ide yang sudah kubentuk semenjak takdirku ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tak pernah kupercaya karena dirinya hadir didalam kitab-kitab yang saban hari tingkah-lakunya tidak berbeda dengan robot-robot didalam film Terminator yang tercipta untuk tidak saling mencinta, robot-robot yang memakai baju bertuliskan namaNya tapi aku hanya mampu membuktikanNya lewat layar-layar Hollywood.
            Politik luar negeri yang Amerika Serikat yang pada suatu malam memaksaku untuk merasakan kebosanan yang luar biasa tanpa sedikitpun ada orang-orang yang bercerita mengenai dunia karena mereka sudah gila oleh kemajuan teknologi yang dijual oleh Amerika pasca Perang Dingin, konsumerisme pemikiran yang menggadaikan kecerdasan dan merendahkan logika dan IQ manusia remaja serendah-rendahnya, bahkan tenggelam didasar tanah dan jika diinjak oleh sendal jepit bermerk Swallow murahan itupun tak akan terasa.
            Lalu aku kembali pada perdebatan tentang mana yang penting antara pencapaian atau pola pikir. Aku yakin pola pikir adalah mayor, dan pencapaian hanyalah sisa dari apa yang dimakan oleh manusia, alias TAHI!! Manusia butuh pembuktian totalitas, berani, dan atas hasrat diri sendiri, karena jika tidak begitu, hasilnya hanya tahi sisa. Ketika aku melihat dua orang yang disuruh mencari sesuatu yang ia hasrati dalam hidupnya, salah satu dari orang tersebut dengan segera langsung menemukan sesuatu dibandingkan dengan seseorang lainnya, ia meraih buah-buahan yang tak layak untuk dimakan karena bergetah dan mungkin beracun, lalu dengan memuakkan dia mengatakan padaku; “yang terpenting adalah pencapaian”. Kemudian aku pergi dan tidak akan pernah peduli dengan manusia-manusia yang tidak baja hatinya dan tidak melompat sejauh mungkin sampai ke suatu tempat yang dirinya sendiri tidak tahu apakah itu jurang atau surga.
            Buku catatan yang tak pernah ditulisi, kamar, dan dunia yang antiklimaks dan membuatku menjadi “In Bloom”, kutemukan dengan mudah bahkan pada saat pertama kali mataku terbuka dan matahari yang nyata sudah dibungkusi plastik es teh di dalam khayalan pengangguran tanpa uang dijalanan kota Seattle.
            Tidak pernah membayangkan kenyataan setelah kesadaran dimabuki oleh pertemuan yang main-main dan biasa saja namun emosional, pasca. Gaib, gaib sekali ketika orang-orang membicarakan aktivitas universitas yang sama sekali tidak pantas untuk berada di podium mana dan nomor berapapun karena tidak ada bedanya dengan kisah sinetron yang di skenario lalu para artisnya mempromosikan dirinya sebagai aktor utama.
            Ya, semuanya!! Geblek nomer satu di dunia! = formalitas = kuliah = kelas = rubber plan= anything. Selaras seperti bintang-bintang dilangit, benda menjadi cita-cita, televisi dan langit sama saja. Manusia. . . .

Minggu, 25 Mei 2014

POST COLD WAR




Teringat waktu ketika aku aku setuju denganmu,
Bahwa kita berbicara,dan meracik bumbu kemanusiaan.
Sekarang aku bertanya, apakah kemanusiaan adalah cerita dalam pasar malam dunia?
Kita benar-benar berada di dalam peta,
Dan sebagai manusia, permainan dunia menjadi persoalan yang nyata.
Di dalam relativitas benar dan salah, manusia-manusia sudah menjadi kolektor kebenaran yang dipaksa.
Tradisi adalah harta yang harus dijaga, walaupun dengan cara memaksa
Nasionalisme seperti gigi yang terselipi daging-daging budaya, dan membusuk
Dan menyakitkan
CIA mengatur lalu lintas di alam bawah sadar manusia, lalu budaya berubah jadi petaka
Dan untuk yang kaya karenanya, selamat berbahagia
Holywood membeli senjata, lalu menjualnya lewat acara
Perang bisa direlokasi oleh Obama dan Osama, begitu juga nyawa
Perang Proxy adalah kemajuan teknologi terbesar Amerika dan Rusia,
Menciptakan robot-robot bersenjata bernama manusia.
Dan mahasiswa, hahaha, sibuk dengan cinta ala sinetron yang mengimitasi kisah-kisah telenovela dan drama bencong-bencong dari korea
Anak-anak muda, menikmati kemapanan yang tidak pernah gratis
Kata individualis menjadi pahala,
Apakah kita berdua masih percaya dengan cara kita yang lama?
Ku yakin iya, dan kita memang tidak pernah menjadi anti dari apa-apa.
Ekspansi berubah wujud menjadi hegemoni
Dan menyeleksi mana manusia yang bodoh dan cerdas. Karena ini rahasia, maka mereka tak pernah menunjukkan hasilnya ke depan wajah kita.
Indonesia hanyalah negara boneka, tanpa nyawa, korban hegemoni pengusaha Amerika,
Negara dimana anak-anak mudanya tidak pernah peduli dengan kegiatan-kegiatan ekonomis seperti yang terjadi di Papua
Anak mama dan anak papa yang seleranya hanya sebatas gadget-gadget tercanggih dan musik-musik yang menghabisi musik itu sendiri lewat musisi-musisi yang cuma bisa bergaya, mereka semua kelihatan bahagia.
Padahal kita berdua tahu, dimana mereka sebenarnya,
Anak-anak muda yang terlalu cepat tua, tidak pernah gelisah dan bercerita,
Anak-anak muda yang otaknya sudah di takar oleh ilmuwan dari Amerika,
Sehingga selera mereka yang paling tinggi hanyalah selangkangan dan cinta versi drama korea.
Tidak buta huruf tapi tidak suka membaca,
Bisa mendengar tapi tidak mengerti yang mereka dengarkan nyanyian tentang apa
Bisa melihat tapi tidak sempat melihat realitas yang nyata,
Punya otak tapi . . . . .
Gilaaaa gilaaaa...

Senin, 12 Mei 2014

Mimpi Setelah Tidur....



Aku turut di bandara Adi Sucipto pukul 2 siang, lalu menunggu jemputan dari seorang teman. Aku sampai dirumah kontrakan dan langsung membaringkan tubuh dikasur yang spreinya masih kusut, sekusut pikiranku. Tertidur pulas.

Pukul 7 malam, aku terbangun. Entah kenapa, aku jadi memikirkan diriku dan manusia-manusia yang hidup di awal-awal era milenium. Masa kecilku adalah masa dimana semangat-semangat generasi 90-an masih tersisa di awal-awal milenium. Abangku, saudaraku yang tertua, setiap hari masih memutar lagu-lagu Red Hot Chili Pappers, Nirvana, Oasis, R.E.M, dan band-band 90-an lainnya. Hubungan pertemanannya belum mengenal handphone. Nongkrong, gitar-gitaran, ngeband, adalah aktivitas mereka yang menurutku sangat menyenangkan. Oh ya, ada satu lagi, MTV. Hehehe.

Sekitar 5 tahun kemudian, milenium mulai menunjukkan maksud dan tujuannya. Teknologi-teknologi modern bermunculan. Handphone, gadget, akses internet yang sangat mudah, masuk ke dalam wilayah anak-anak muda yang belum siap menghadapi kemajuan zaman seperti itu. Dan anak-anak muda tergilas karenanya.

Saat ini, selepas dekade pertama era milenium, kemajuan teknologi semakin menggila. Benda-benda bukti kemajuan teknologi bisa didapatkan dengan mudah karena harganya begitu murah. Dan komunikasi, meskipun harganya murah, tetap saja harus dibeli. Anak-anak muda tidak lebih dari sekedar konsumen.

Musik-musik yang dulunya disiarkan oleh MTV, saat ini digantikan dengan siaran musik lokal yang selalu menyesuaikan diri dengan selera masyarakat dan lipsing. Entah kenapa, aku tidak pernah suka dengan kenyataan ini.

Blur adalah band yang sangat gelisah dengan pergantian abad beberapa tahun yang lalu. Barangkali, keadaan seperti sekarang inilah yang sangat mereka khawatirkan, dan memang sangat mengawatirkan. Modern life is rubbish life!!

Dan anak-anak muda yang berani-beraninya menuntut reformasi pada akhir dekade 90-an, tidak pernah dan tidak mampu membaca fenomena tersebut.

Aku curiga bahwa ada sesuatu yang sangat berkuasa didunia ini yang mampu mengatur segala-galanya. Mereka mampu menyentuh segala segmen masyarakat, sampai pada kelompok agamis fanatis yang mengaku-ngaku menentang Amerika Serikat namun tetap saja rusuh sana-sini seperti kaum Jahiliyah yang diberantas oleh Muhammad, nabi kesayangan mereka. Mereka, kaum agamis tersebut, adalah bodoh dan tidak sadar karena mereka merusuhkan persoalan penyimpangan agama setelah menonton berita-berita di televisi dan internet yang merupakan karya agung Amerika Serikat, musuh mereka.

Sementara itu, anak-anak muda di fasilitasi alat-alat komunikasi canggih yang harganya murah sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengamati permasalahan dunia dan tidak ada lagi komunikasi intensif di antara mereka.

Dunia pendidikan-pun juga tidak jauh berbeda. Sistem belajar yang sebelumnya menggunakan komunikasi verbal, lambat laun mulai dibuat praktis dengan internet. Antara dosen dan mahasiswa tidak perlu lagi untuk bertatap muka. Sekolah-sekolah berstandar internasional di bangun dimana-mana, entah benar berstandar internasional atau berstandar Amerika tidak ada yang peduli.
Siapakah yang menciptakan hegemoni ini?

Dan aku hidup disini, aku merasa wajar dan bosan. Tidak ada anak-anak muda yang berpikiran untuk menjadi sosok yang mendunia. Sementara itu, tidak ada yang patut disalah atau dibenarkan karena memang bukan itu persoalannya. 

Persoalannya adalah kesadaran mengenai bagaimana dunia saat ini dan apa saja yang telah dirubah oleh kemajuan zaman, yang menurutku perlu dibangun. Sebagai manusia, sepertinya baik juga jika kita memelihara hal-hal yang sifatnya manusiawi agar tidak digilas habis oleh teknologi.

Di luar rumah, hujan turun secara tiba-tiba. Membawa kesepian yang mengurung manusia, dan kamarku yang sangat gelap menambah kegelisahan. “Ningsih”, seperti hujan diluar, nama itu tiba-tiba muncul dibenakku. Kesepian adalah pintunya, rindu adalah pemberiannya, kesedihan adalah kenyataannya, dan ia semakin menjauh, menjauh, dan menjauh. Namun belum menghilang......