Senin, 09 Maret 2015

AKULAH YANG MEMBUAT JUDUL CERITA. . . .

Kita keritik tanpa suara, acara-acara tak bernada, kemudian mengalah pada dosa.

Mereka bermain dengan peristiwa, menguasai gedung pariwara dan film amerika, tak kenal kata-kata, umat menjadi takwa pada wacana kuasa, seperti rakyat yang bohong pada penguasa, aku melihatnya di Guatemala, orang gila hidup di kota, mereka berbelanja, bermain WA, kemudian kehilangan jati diri, orang yang paling miskin berhutang nyawa, sebelum sang tuan menuntaskan marahnya, hidup seperti lalat.

Kita berkenalan dan berkelana, jatuh cinta, dan kita mulai dipermainkan oleh sebuah sandiwara, memainkan seruling di kebun bunga.

Aku sudah lupa, hidup akan terus menjadi hidup, mati akan selamanya menjadi mati, miskin akan selamanya menjadi miskin, anak-anak akan selamanya menjadi anak-anak

Apa yang kau bicarakan pada kami, oh Mr. Hollywood?? Mr. Grammy. I have become a fooly fooly fooly bittie-bittie baby.

Seorang anak wanita yang masih balita memiliki anak dari spesies boneka, begitu  sayangnya dia
Oi Kau!! Bocah rambut pirang!! Pulang! Pulang! Menatap saja ku ke barat, memandang usir akan hadirmu.


Jangan ganggu gadis kecilku, karena dialah cintaku.

La Masia

Kita berada di lingkaran yang rentan akan logika, duniamu adalah surga yang dicari oleh seluruh umat manusia. Kita tanpa malu-malu mengatakan bahwa kita memang saling jatuh cinta.

Jatuh cinta adalah kata sekilas berdosa semenjak kita diajak mencipta, tak lama kemudian terusir ke dalam hutan kegelapan

Aku tidak peduli telah tumpah kemana-mana, menjadi slogan yang dijual kepada generasi masa depan.

Anak-anak kehilangan jatidirinya, teracak dalam kehidupan internet dalam wujud android, menjadi ketinggalan zaman.

Siapa yang berani menatap kesunyian? Angin-angin mematikan, kupu-kupu mengucapkan sumpah serapah kematian, sang dewa menangisi kepergian kekasihnya malam tadi, tidak ada permainan menyenangkan lagi.

Aku meloncat-loncat melarikan diri kegirangan, meninggalkan kenyataan. Jatuah badarai bungo lado, tingga lah kelok ampek puluah ampek.

Rindu menjadi hujan, tak ada arti, lari lari lalu sendiri.

Black forest, black forest, black forest, the place for me to play

The best one, my Mamma knows, telling it to my Papa, everyone knows, God? Yes, He knows everything

Why did you’ve came to my lovely land, trying to live in, finding me, and then falling love with me?

Until now, I still leave my old way just to be the one that you only love.

Time is running out, but we still in love with some do on the the black valley in the forest.

I see you as the one, nothing compares, my only flower, make it alone as us, sleep after a deep kiss.

Do you really want to go to the land of my mind? Say yes, Honey!

Be my wife, wise of life, yes, you look so good.

She was turned her back to left me, walking so far, and disappear, find it again, and waiting for die.

Nobody is can’t tell anything, fuck you for your secret paper, and turn around till you get old, and say goodbye to your loving family.


You just talk, I just talk, we all just talk, god? We are the same but He is the one. He knows everything.

Kamis, 05 Maret 2015

Gods. . .

I meet a child, and i said: "He's not a children".
The Slim Lady walking on the street,
Across into the door of heaven
She lead the way
Butterfly eats the tiger, calling she's daughter,
and make some tea for The Gods
and we pray together all of the life time in hell,
Thank you!

Mamma!

Aku adalah tumpah darah di Bumi Pertiwi.
Menangisi detik-detik waktu yang fana,
lewat pengorbanan orang-orang yang telah mati dan bangkit dalam sejarah.
sejarah adalah filsafat yang tidak pernah lupa,
menghantui makhluk asing bernama manusia, menggali luka, ditutupi oleh luka.
What a melancholy way!
You'll gonna stuck in a deeper hole of blue, can you hear me?
Bring me to the sea, can't see no truly, just want a baby,
I am The Baby of the Motherland's Bloody Angry!
There is no history that they will dare to see me,
My Motherland, Where did it all go wrong?
The time has gone
It's not the way, no, Sir!
I'm ready to go
I'm The Motherland's Bloody Boy
can you hear me, Mamma?
Did my brother was wrong?
yes, I will go.
I'm your son, always to be a son. . .

Mr. Rain

Mr. Rain, give me one more start,
when the time's never going faster.
To much older than the one who lied
My mind has gone to the Mars Planet
Round the face, big no, big yes, up to you. .
You can buy anything in time
Make a funny day for the last time, last night . . .
Buy and then you burn, my firend is unfriend
They will go on,
I go to sleep. .

Minggu, 08 Juni 2014

Turunan dekat Matahari yang Sempit

Ketika matanya menatapku dalam jalanan urat-urat yang mampu memotret realitas lewat imajinasi,

setiap benda-benda menjadi beku.

Aku menciptakannya menjadi wanita dalam kota-kota dengan jalan-jalan yang sempit.

Di seberang jalan, ia menatapku menjadi beku..

Aku mendirikan kota-kota dengan siang-malam yang tidak lagi punya hasrat karena telah dibunuh oleh

teknologi informasi tepat pukul tiga dini hari.

Kenyataan adalah pelaku utama atas terbunuhnya hasrat.

Tetapi tatapannya semakin menambah kebekuan.

Aku masih mengingat nama bahkan kantung matanya yang waktu terakhir kucermati berwarna merah muda.

Diseberang jalan, di kota yang kudirikan, dia telah membunuhku.

Sabtu, 31 Mei 2014

KENAPA KAMU BERTUNANGAN, NING???!!!


Pelangi, sampai pada titik dimana manusia tidak mampu lagi mengendalikan sesuatu yang kita miliki seperti misalnya lampu-lampu bercahaya oranye yang senantiasa menyinari semua kalangan orang-orang yang tak pernah bercita-cita lebih tinggi dari apa yang aku tidak mampu menebaknya, tapi bisa kupastikan itu rendah.
Siapakah yang menjadi pelaku dari kejadian-kejadian yang muncul diluar otakku yang sederhana dan tak mau tahu tentang persoalan yang tidak masuk akal, apalagi tentang kisah cinta yang di bumbui oleh peristiwa-peristiwa yang tak pernah dicatat oleh para pencipta langit dan bumi, manusia dan pelangi, teknologi dan kemapanan yang menang mutlak atas sebuah generasi yang memiliki otak nanar namun berjiwa lalu aku hidup didalamnya dan mengerti apa yang terjadi sebenarnya.
Zaman berlalu begitu saja, tiga menit sudah. Tidak ada peristiwa istimewa dibalik tirai-tirai baja yang saat ini menjelma menjadi gema-gema ringtone handphone dan mampu menembus privasi-privasi umat manusia. Aku dimakan oleh unsur-unsur gaib yang aku tak pernah mengerti sama sekali, bahkan pedulipun tidak. Teknologi memang cocok dijual di dunia yang masih percaya dengan dukun.
Kurcaci yang jumlahnya 9 kusuruh bekerja diladang yang hanya ada didalam khayalanku, dan wanita yang benar-benar aku cintai bertunangan dengan seseorang lelaki biasa-biasa saja pada saat aku sibuk dengan urusan bagaimana cara merealisasikan ide yang sudah kubentuk semenjak takdirku ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tak pernah kupercaya karena dirinya hadir didalam kitab-kitab yang saban hari tingkah-lakunya tidak berbeda dengan robot-robot didalam film Terminator yang tercipta untuk tidak saling mencinta, robot-robot yang memakai baju bertuliskan namaNya tapi aku hanya mampu membuktikanNya lewat layar-layar Hollywood.
            Politik luar negeri yang Amerika Serikat yang pada suatu malam memaksaku untuk merasakan kebosanan yang luar biasa tanpa sedikitpun ada orang-orang yang bercerita mengenai dunia karena mereka sudah gila oleh kemajuan teknologi yang dijual oleh Amerika pasca Perang Dingin, konsumerisme pemikiran yang menggadaikan kecerdasan dan merendahkan logika dan IQ manusia remaja serendah-rendahnya, bahkan tenggelam didasar tanah dan jika diinjak oleh sendal jepit bermerk Swallow murahan itupun tak akan terasa.
            Lalu aku kembali pada perdebatan tentang mana yang penting antara pencapaian atau pola pikir. Aku yakin pola pikir adalah mayor, dan pencapaian hanyalah sisa dari apa yang dimakan oleh manusia, alias TAHI!! Manusia butuh pembuktian totalitas, berani, dan atas hasrat diri sendiri, karena jika tidak begitu, hasilnya hanya tahi sisa. Ketika aku melihat dua orang yang disuruh mencari sesuatu yang ia hasrati dalam hidupnya, salah satu dari orang tersebut dengan segera langsung menemukan sesuatu dibandingkan dengan seseorang lainnya, ia meraih buah-buahan yang tak layak untuk dimakan karena bergetah dan mungkin beracun, lalu dengan memuakkan dia mengatakan padaku; “yang terpenting adalah pencapaian”. Kemudian aku pergi dan tidak akan pernah peduli dengan manusia-manusia yang tidak baja hatinya dan tidak melompat sejauh mungkin sampai ke suatu tempat yang dirinya sendiri tidak tahu apakah itu jurang atau surga.
            Buku catatan yang tak pernah ditulisi, kamar, dan dunia yang antiklimaks dan membuatku menjadi “In Bloom”, kutemukan dengan mudah bahkan pada saat pertama kali mataku terbuka dan matahari yang nyata sudah dibungkusi plastik es teh di dalam khayalan pengangguran tanpa uang dijalanan kota Seattle.
            Tidak pernah membayangkan kenyataan setelah kesadaran dimabuki oleh pertemuan yang main-main dan biasa saja namun emosional, pasca. Gaib, gaib sekali ketika orang-orang membicarakan aktivitas universitas yang sama sekali tidak pantas untuk berada di podium mana dan nomor berapapun karena tidak ada bedanya dengan kisah sinetron yang di skenario lalu para artisnya mempromosikan dirinya sebagai aktor utama.
            Ya, semuanya!! Geblek nomer satu di dunia! = formalitas = kuliah = kelas = rubber plan= anything. Selaras seperti bintang-bintang dilangit, benda menjadi cita-cita, televisi dan langit sama saja. Manusia. . . .