Apakah alasan atas terjadinya
sesuatu dalam hidup ini? Baik itu peristiwa pernikahan, orang-orang datang
menonton acara kesenian, orang-orang merokok, bahkan adanya pencuri dan pihak
yang kehilangan. Segala peristiwa pasti memiliki alasan sehingga dapat terjadi.
Di suatu siang seorang teman
datang kerumah kontrakanku dan mengabarkan ia kehilangan uang dan
handphone-nya. Dan kedatangan temanku inilah yang membukakan satu pintu untukku,
yaitu munculnya ide menulis. Kemudian ia menceritakan segala perasaannya dan
hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kehilangan tersebut. Jujur saja aku turut
prihatin, tapi pikiranku menembus jauh kedalam dan luas jauh melewati rasa
prihatin itu. Karena siapapun tahu, hal seperti ini dapat dinilai secara
manusiawi.
Tapi, kali ini aku lebih tertarik
untuk menilainya dari sisi yang lebih luas. Segala peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan ini sebenarnya memiliki penyebab yang sama, alasan-alasan yang
terbangun dalam melakukan tindakan tidak bisa dilepaskan dari pengaruh
lingkungan sosio-kultural setiap pelaku kehidupan.
Orang-orang pergi ke sebuah pesta
pernikahan, menonton acara kesenian, dan orang-orang kemalingan, semuanya
terjadi atas pengaruh lingkungan sosio-kulturalnya. Pencuri bisa menjadi
pencuri di dorong oleh berbagai kemungkinan situasi sosial yang dia alami,
misalnya kemiskinan, pergaulan, dan banyak lagi. Orang-orang yang menonton
acara kesenian disebabkan oleh ketertarikannya akan seni yang tercipta karena
lingkungan sosialnya juga.
Pemahaman atas suatu lingkungan sosial akan membuat
siapa saja memahami dan lebih mengerti kemana saja dan dengan cara seperti apa
dirinya akan melangkahkan kakinya dalam hidup. Terkadang seseorang menghindar,
menghampiri sesuatu, merasakan, dan memikirkan sesuatu, semua itu akan lebih
tertata jika dirinya telah melakukan penilaian tentang situasi dan kondisi
lingkungan sosio-kulturalnya. Semua itu dilakukan tidak lebih untuk menciptakan
segala sesuatu yang di inginkan oleh manusia, kenyamanan.
Memahami gejala atau teori-teori
sosial merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang karena setiap
manusia hidup didalamnya. Gejala atau teori-teori tersebut membuat seseorang
dapat menganalisa permasalahan yang ia hadapi dan melakukan langkah-langkah
untuk mengatasinya. Dan barangkali ini juga untuk mengatasi keterkejutan sosial
atas masalah-masalah sosial yang muncul. Karena saya pikir kehidupan dapat
terlihat lebih sederhana dengan adanya teori-teori sosial.
Karena segala sesuatu memang
terlihat sederhana jika dilihat dari sudut yang membuat kita dapat melihat
lebih luas, namun akan berbeda jika kita masuk kedalamnya. Dititik inilah, saya
sedikit meragukan teori-teori sosial sebagai sesuatu yang dapat menyederhanakan
permasalahan manusia. Ilmu-ilmu yang mempelajari mengenai peristiwa-peristiwa
sosial mungkin saja luput akan beberapa hal. Karena saya percaya bahwa, manusia
merupakan makhluk yang paling dinamis dan penuh masalah. Dan ilmu-ilmu sosial
harus mengikuti perkembangan manusia agar dapat menganalisa dan menemukan
solusi dari permasalahan sosial yang terjadi. Seperti obat.
Bagaimana mungkin beberapa orang
pemikir masalah-masalah sosial dapat menemukan solusi dari permasalahan
pedalaman setiap manusia dan menciptakan teori-teori umum atas masalah
tersebut. Karena walaupun teori-teori sosial menjadikan manusia sebagai objek,
namun di satu fase dalam hidup manusia, teori-teori ini tidak berguna sama
sekali.
Akhirnya aku dapat mengatakan
bahwa ilmu-ilmu sosial belum bisa membaca pedalaman seorang manusia yang paling
dalam, dimana ada peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi. Terkadang kita
merasakan isi dada kita bergemuruh, atau tiba-tiba tanpa alasan kita menjadi
suka bahkan cinta terhadap sesuatu yang kita lihat. Hal-hal seperti ini
barangkali bisa dianalisa melalui pendekatan-pendekatan ilmu sosial, namun hal
ini tidak dapat di generalisir dengan satu atau dua teori saja. Sebab setiap
manusia berbeda-beda, baik perasaan maupun masalah-masalah yang dialami.
Mungkin saja ilmu psikologi punya
sesuatu untuk ditawarkan mengenai masalah ini. Saya sendiri menyimpulkan bahwa
manusia merupakan makhluk yang menyimpan penyakit, dan setiap penyakit akan
sembuh jika ada obatnya. Menganalisa penyakit saja tidak akan merubah apa-apa.
Atau barangkali, setiap manusia
harus menciptakan teori sendiri mengenai masalah-masalah yang ada
dipedalamannya. Atau sebutlah ini proses mencari jati diri. Dititik inilah, aku
masih belum dapat percaya terhadap teori-teori sosial sebagai acuan untuk hidup
yang cukup baik, terutama untuk masalah pedalaman perasaan manusia. Ternyata
manusia itu lebih dalam dari yang dibayangkan.
Aku percaya bahwa, setiap manusia
memiliki palung yang sangat dalam yang bakal diselami setiap pribadi. Ini tepat
setelah seseorang menemukan siapa dirinya, kemudian ia akan menyelami palung
tersebut. Kenapa? Hal ini agak mirip dengan kodrat manusia yang dikatakan oleh
guru sosiologi saya di SMA dulu, bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang harus
hidup berdampingan dengan manusia-manusia lainnya. Yang membedakan adalah,
manusia sebagai makhluk sosial dan harus hidup berdampingan dengan manusia lain
ialah untuk mengisi kekosongan sosial dalam hidupnya, misalnya seorang petani
butuh penjual pupuk. Dan masyarakat luas membutuhkan petani untuk mendapatkan
bahan-bahan makanan.
Namun, ketika seorang menusia
menyelami palung yang ada dalam dirinya, walaupun kelihatan sama-sama mencari
sesuatu untuk mengisi kekosongannya, tetapi bukanlah kekosongan sosial
melainkan lebih dalam dari itu. Aku membayangkan, didalam diri manusia ada satu
sosok manusia lagi yang duduk sendiri disebuah bangku taman. Sosok manusia
tersebut tak lain adalah kita sendiri, yang pada masanya kita akan mencarinya.
Ketika seseorang telah menemukan
sosok kembarnya itu, atau sebutlah jati diri, untuk sementara waktu ia akan
merasakan sesuatu bahwa hidupnya mendekati sempurna, bahwa ia akan dapat
melakukan apa saja. Tapi, pada waktunya pula, seseorang akan sadar bahwa pada
bangku taman yang ia duduki tersebut masih tersisa tempat untuk seseorang.
Disaat itulah, aku, kita, dan semua akan melangkah keluar dari taman yang indah
namun sepi, untuk kemudian bertemu dengan palung yang dalam, dingin, sedikit beku
dan harus diselami untuk menemukan siapakah gerangan yang akan mendampingi diri
kita di bangku taman itu. Manusia sudah ditakdirkan untuk kesepian. Tak ada
jalan lain untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi didalam pedalaman
seorang manusia selain berenang dan menyelami palung tersebut.
Didalam palung itulah, pergulatan
yang paling dahsyat dalam hidup seseorang terjadi. Terkadang seseorang
berpikir, untuk melarikan diri dari itu semua, melepaskan segala yang berbau
perasaan dan mengutamakan kebutuhan berdasarkan pertimbangan logika. Kemudian
menemukan hal-hal baru dalam hidupnya. Tapi, apakah mereka bahagia?
Bagaimanakah itu kebahagiaan? Adakah alat ukur kebahagiaan?
Dititik ini, aku mulai meragukan
diriku sendiri dan apa yang kutuliskan sebelum ini diatas. Berpikir tentang
sesuatu yang salah atau benar, memperhatikan cara seseorang mengatasi masalah.
Namun, entah kenapa, setelah melihat berbagai cara orang bergulat dengan
perasaan ataupun logikanya, aku masih saja menceburkan diri kedalam palung ini,
berenang, kemudian menyelam. Kemudian kukatakan pada diriku sendiri, bahwa
hidup itu adalah pilihan. Lalu kutinggalkan bayang-bayang kehidupan diluar
palung ini, dan yang kulakukan adalah terus bergerak mengejar sesuatu yang
kurasa cukup indah untuk mengisi kekosongan pada bangku taman yang
kutinggalkan.
SEBUAH PENUTUP :
“Di palung itu, aku melihat
seseorang wanita yang kubayangkan akan menjadi wanita yang duduk disampingku
pada bangku taman yang kutinggalkan kemaren. Cukup lama kemudian, aku menyadari
bahwa palung yang kuselami ini sangat dalam, dingin menusuk, bahkan mendekati
titik beku. Aku terus menyelami palung, bergerak mendekati si wanita tersebut.
Terlalu jauh, jauh sekali. Pada satu titik kedalaman yang mampu membuat mataku
menjadi nanar, pikiranku kosong, dan menjadi orang yang kebingungan, aku
berpikir untuk meninggalkan wanita yang kukejar ini. Namun, ketika melihat
keatas dan sekitar, semuanya dingin menusuk dan gelap. Aku belum bisa
kemana-mana sebelum muncul sinar cahaya yang lain selain sinar yang dipancarkan
wanita itu. Maka, mau tidak mau aku bergerak terus menuju dirinya. Keadaan
semakin dingin, gelap, dan bahkan beku. Aku melihat kulitku tersayat air dingin
yang mulai menjadi es. Dan kemudian……”
kehidupan adalah penyakit yang ditularkan secara seksual. maka, satu-satunya obat adalah kematian. gitu kata lacan. hahaha
BalasHapuskalo mati adalah obat kehidupan, trus kenapa kita hidup. aku agak curiga sama Lacan...
BalasHapus