Aku tahu,
ratusan tahun Belanda pernah di sini.,
Juga, cerita
tentang Coen, kemudian seorang pembunuh berprestasi pengagum Napoleon,
Deandels.
Apa lagi?
Perampasan tanah oleh pabrik-pabrik Belanda? Kerja paksa?
Tinggalkan padi,
tanam kopi! Tinggalkan padi, tanam kopi! Kopi! Kopi! Kopi!
Apa yang
diwariskan kemudian?
Semua orang gila
jabatan! Sampai sekarang! Gila jabatan!
Sekolah semakin
mahal, hingga akhirnya hanya “priayi” yang bersekolah.
Sekolah semakin
mahal, hanya “priayi” yang bersekolah.
Zaman seperti
mundur sejauh ratusan tahun, jauh sekali.
“Aku ingin
sekolah! Aku ingin sekolah!”, teriak seseorang 20 tahun kemudian.
Sekolah. Berapa
harga untuk sekolah di sebuah kampus humanisme?
Waktu terdorong
mundur. Suatu saat orang-orang miskin tidak akan bisa bersekolah. Padahal
bangsa ini adalah bangsa miskin.
Saking miskinnya
sehingga orang-orang miskin akan kembali dipaksa meninggalkan padinya. Tanam
kopi! Tinggalkan padi! Tanam kopi!
Setelah itu,
seorang laki-laki muda muncul dari kegelapan menariki gerobak sampah. Jam 2
pagi.
Sekali lagi
kukatakan, seorang laki-laki muda muncul dari kegelapan menariki gerobak
sampah. Jam 2 pagi.
Oh Tuhan! Apa
benar, “kalau hati dan pikiran Manusia sudah tak mampu mencapai lagi, bukankah
hanya kepada Tuhan juga orang berseru?”[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar