Sabtu, 06 Juli 2013

Manusia : Kita Keluar Dari Taman dan Menuju Palung

Apakah alasan atas terjadinya sesuatu dalam hidup ini? Baik itu peristiwa pernikahan, orang-orang datang menonton acara kesenian, orang-orang merokok, bahkan adanya pencuri dan pihak yang kehilangan. Segala peristiwa pasti memiliki alasan sehingga dapat terjadi.

Di suatu siang seorang teman datang kerumah kontrakanku dan mengabarkan ia kehilangan uang dan handphone-nya. Dan kedatangan temanku inilah yang membukakan satu pintu untukku, yaitu munculnya ide menulis. Kemudian ia menceritakan segala perasaannya dan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kehilangan tersebut. Jujur saja aku turut prihatin, tapi pikiranku menembus jauh kedalam dan luas jauh melewati rasa prihatin itu. Karena siapapun tahu, hal seperti ini dapat dinilai secara manusiawi.

Tapi, kali ini aku lebih tertarik untuk menilainya dari sisi yang lebih luas. Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini sebenarnya memiliki penyebab yang sama, alasan-alasan yang terbangun dalam melakukan tindakan tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan sosio-kultural setiap pelaku kehidupan.

Orang-orang pergi ke sebuah pesta pernikahan, menonton acara kesenian, dan orang-orang kemalingan, semuanya terjadi atas pengaruh lingkungan sosio-kulturalnya. Pencuri bisa menjadi pencuri di dorong oleh berbagai kemungkinan situasi sosial yang dia alami, misalnya kemiskinan, pergaulan, dan banyak lagi. Orang-orang yang menonton acara kesenian disebabkan oleh ketertarikannya akan seni yang tercipta karena lingkungan sosialnya juga.

Pemahaman  atas suatu lingkungan sosial akan membuat siapa saja memahami dan lebih mengerti kemana saja dan dengan cara seperti apa dirinya akan melangkahkan kakinya dalam hidup. Terkadang seseorang menghindar, menghampiri sesuatu, merasakan, dan memikirkan sesuatu, semua itu akan lebih tertata jika dirinya telah melakukan penilaian tentang situasi dan kondisi lingkungan sosio-kulturalnya. Semua itu dilakukan tidak lebih untuk menciptakan segala sesuatu yang di inginkan oleh manusia, kenyamanan.

Memahami gejala atau teori-teori sosial merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang karena setiap manusia hidup didalamnya. Gejala atau teori-teori tersebut membuat seseorang dapat menganalisa permasalahan yang ia hadapi dan melakukan langkah-langkah untuk mengatasinya. Dan barangkali ini juga untuk mengatasi keterkejutan sosial atas masalah-masalah sosial yang muncul. Karena saya pikir kehidupan dapat terlihat lebih sederhana dengan adanya teori-teori sosial.

Karena segala sesuatu memang terlihat sederhana jika dilihat dari sudut yang membuat kita dapat melihat lebih luas, namun akan berbeda jika kita masuk kedalamnya. Dititik inilah, saya sedikit meragukan teori-teori sosial sebagai sesuatu yang dapat menyederhanakan permasalahan manusia. Ilmu-ilmu yang mempelajari mengenai peristiwa-peristiwa sosial mungkin saja luput akan beberapa hal. Karena saya percaya bahwa, manusia merupakan makhluk yang paling dinamis dan penuh masalah. Dan ilmu-ilmu sosial harus mengikuti perkembangan manusia agar dapat menganalisa dan menemukan solusi dari permasalahan sosial yang terjadi. Seperti obat.

Bagaimana mungkin beberapa orang pemikir masalah-masalah sosial dapat menemukan solusi dari permasalahan pedalaman setiap manusia dan menciptakan teori-teori umum atas masalah tersebut. Karena walaupun teori-teori sosial menjadikan manusia sebagai objek, namun di satu fase dalam hidup manusia, teori-teori ini tidak berguna sama sekali.

Akhirnya aku dapat mengatakan bahwa ilmu-ilmu sosial belum bisa membaca pedalaman seorang manusia yang paling dalam, dimana ada peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi. Terkadang kita merasakan isi dada kita bergemuruh, atau tiba-tiba tanpa alasan kita menjadi suka bahkan cinta terhadap sesuatu yang kita lihat. Hal-hal seperti ini barangkali bisa dianalisa melalui pendekatan-pendekatan ilmu sosial, namun hal ini tidak dapat di generalisir dengan satu atau dua teori saja. Sebab setiap manusia berbeda-beda, baik perasaan maupun masalah-masalah yang dialami.

Mungkin saja ilmu psikologi punya sesuatu untuk ditawarkan mengenai masalah ini. Saya sendiri menyimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk yang menyimpan penyakit, dan setiap penyakit akan sembuh jika ada obatnya. Menganalisa penyakit saja tidak akan merubah apa-apa.

Atau barangkali, setiap manusia harus menciptakan teori sendiri mengenai masalah-masalah yang ada dipedalamannya. Atau sebutlah ini proses mencari jati diri. Dititik inilah, aku masih belum dapat percaya terhadap teori-teori sosial sebagai acuan untuk hidup yang cukup baik, terutama untuk masalah pedalaman perasaan manusia. Ternyata manusia itu lebih dalam dari yang dibayangkan.

Aku percaya bahwa, setiap manusia memiliki palung yang sangat dalam yang bakal diselami setiap pribadi. Ini tepat setelah seseorang menemukan siapa dirinya, kemudian ia akan menyelami palung tersebut. Kenapa? Hal ini agak mirip dengan kodrat manusia yang dikatakan oleh guru sosiologi saya di SMA dulu, bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang harus hidup berdampingan dengan manusia-manusia lainnya. Yang membedakan adalah, manusia sebagai makhluk sosial dan harus hidup berdampingan dengan manusia lain ialah untuk mengisi kekosongan sosial dalam hidupnya, misalnya seorang petani butuh penjual pupuk. Dan masyarakat luas membutuhkan petani untuk mendapatkan bahan-bahan makanan.

Namun, ketika seorang menusia menyelami palung yang ada dalam dirinya, walaupun kelihatan sama-sama mencari sesuatu untuk mengisi kekosongannya, tetapi bukanlah kekosongan sosial melainkan lebih dalam dari itu. Aku membayangkan, didalam diri manusia ada satu sosok manusia lagi yang duduk sendiri disebuah bangku taman. Sosok manusia tersebut tak lain adalah kita sendiri, yang pada masanya kita akan mencarinya.

Ketika seseorang telah menemukan sosok kembarnya itu, atau sebutlah jati diri, untuk sementara waktu ia akan merasakan sesuatu bahwa hidupnya mendekati sempurna, bahwa ia akan dapat melakukan apa saja. Tapi, pada waktunya pula, seseorang akan sadar bahwa pada bangku taman yang ia duduki tersebut masih tersisa tempat untuk seseorang. Disaat itulah, aku, kita, dan semua akan melangkah keluar dari taman yang indah namun sepi, untuk kemudian bertemu dengan palung yang dalam, dingin, sedikit beku dan harus diselami untuk menemukan siapakah gerangan yang akan mendampingi diri kita di bangku taman itu. Manusia sudah ditakdirkan untuk kesepian. Tak ada jalan lain untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi didalam pedalaman seorang manusia selain berenang dan menyelami palung tersebut.

Didalam palung itulah, pergulatan yang paling dahsyat dalam hidup seseorang terjadi. Terkadang seseorang berpikir, untuk melarikan diri dari itu semua, melepaskan segala yang berbau perasaan dan mengutamakan kebutuhan berdasarkan pertimbangan logika. Kemudian menemukan hal-hal baru dalam hidupnya. Tapi, apakah mereka bahagia? Bagaimanakah itu kebahagiaan? Adakah alat ukur kebahagiaan?

Dititik ini, aku mulai meragukan diriku sendiri dan apa yang kutuliskan sebelum ini diatas. Berpikir tentang sesuatu yang salah atau benar, memperhatikan cara seseorang mengatasi masalah. Namun, entah kenapa, setelah melihat berbagai cara orang bergulat dengan perasaan ataupun logikanya, aku masih saja menceburkan diri kedalam palung ini, berenang, kemudian menyelam. Kemudian kukatakan pada diriku sendiri, bahwa hidup itu adalah pilihan. Lalu kutinggalkan bayang-bayang kehidupan diluar palung ini, dan yang kulakukan adalah terus bergerak mengejar sesuatu yang kurasa cukup indah untuk mengisi kekosongan pada bangku taman yang kutinggalkan.

SEBUAH PENUTUP :


“Di palung itu, aku melihat seseorang wanita yang kubayangkan akan menjadi wanita yang duduk disampingku pada bangku taman yang kutinggalkan kemaren. Cukup lama kemudian, aku menyadari bahwa palung yang kuselami ini sangat dalam, dingin menusuk, bahkan mendekati titik beku. Aku terus menyelami palung, bergerak mendekati si wanita tersebut. Terlalu jauh, jauh sekali. Pada satu titik kedalaman yang mampu membuat mataku menjadi nanar, pikiranku kosong, dan menjadi orang yang kebingungan, aku berpikir untuk meninggalkan wanita yang kukejar ini. Namun, ketika melihat keatas dan sekitar, semuanya dingin menusuk dan gelap. Aku belum bisa kemana-mana sebelum muncul sinar cahaya yang lain selain sinar yang dipancarkan wanita itu. Maka, mau tidak mau aku bergerak terus menuju dirinya. Keadaan semakin dingin, gelap, dan bahkan beku. Aku melihat kulitku tersayat air dingin yang mulai menjadi es. Dan kemudian……”

Jumat, 28 Juni 2013

UNTUK IAN DURY : EKSISTENSI DAN POPULARITAS


Jika anda mengikuti perkembangan music di Inggris tahun 70-an, barangkali anda akan menemukan Ian Dury and The Blockhead yang cukup fenomenal di Inggris pada masa itu. Band beraliran Rock and Roll dan sedikit nge-Punk ini di kepalai oleh seorang vokalis berkaki satu yang memiliki aksi panggung yang gila bernama Ian Dury.

Ian Dury lahir di Inggris tahun 1942, ayahnya merupakan seorang sopir bus bernama William George Dury dan ibunya adalah seorang anggota dari komunitas perawat di Inggris. Pada awalnya, Ian merupakan anak yang tumbuh normal seperti anak-anak lainnya. Namun, di suatu ketika ia bersama ayahnya berkunjung ke sebuah danau untuk berlibur. Namun malang, virus polio yang merebak pada masa itu telah membunuh sebagian tubuh Ian, ia kehilangan kaki kanannya karena virus polio telah melumpuhkannya.

Dengan kondisinya yang cacat tersebut, akhirnya ayahnya menyerahkan Ian untuk dirawat disebuah rumah rehabilitasi yang khusus merawat anak-anak yang mengalami cacat fisik. Rumah rehabilitasi tersebut memiliki seorang pengasuh yang merupakan mantan tentara dan sangat keras. Termasuk Ian Dury, ia diperlakukan sangat keras bahkan cukup kasar untuk anak-anak yang mengalami kecacatan fisik.
Perilaku kasar dari pengasuhnya tersebut membuat Ian tumbuh menjadi anak yang emosional dan marah. Pengalaman masa kanak-kanaknya inilah yang kemudian itu tulis dalam lagunya yang berjudul “Clever Trevor”. Ian, dalam lagunya tersebut, mengatakan bahwa ia merupakan seorang anak yang cukup cerdas dan lagu ini menunjukkan sikap menantang Ian terhadap kecacatan fisiknya.
Seiring waktu berjalan, Ian tumbuh menjadi seorang remaja. Kemudian ia mulai meniti karirnya dalam bidang music. Pada masa awal ia bermusik dan membentuk band yang bernama Kilburn & the High Roads, namun berkali-kali ia mengganti personil bandnya karena ia merasa belum ada yang bisa menampung kegilaannya.

Pada penampilannya di awal-awal karirnya, ketidakseimbangan ini membuat Ian dan bandnya mendapat tanggapan negative dari penonton. Hingga akhirnya pada perombakan terakhirnya Ian membentuk Ian Dury and The Blockhead.

Di band ini, Ian menemukan kecocokkan dalam bermusik. Lagu-lagu yang ia ciptakan bersama Blockhead sangat mereprentasikan pengalaman masa lalu Ian. Lirik-lirik yang sedikit sedih namun melambangkan pemberontakan menandakan bahwa Ian merupakan seorang yang Rock and roll.

Lagunya yang berjudul “Billericay Dickie” merupakan salah satu dari lagunya yang menurut saya sangat menggugah. Didalam lagu tersebut, Ian menceritakan kisahnya yang tengah jatuh cinta dan ingin memiliki wanita yang ia cintai. Ia menggambarkan dirinya sebagai seorang yang diremehkan dan tidak mungkin bisa memiliki wanita tersebut, namun ia menunjukkan pemberontakannya dalam lagu ini.
Salah-satu liriknya yang menunjukkan pemberontakan tersebut adalah, “So you ask Joyce and Vickey, if candy-floss is sticky. I’m not a blinking thicky, I’m Billiricay Dickie and I’m doing very well.”

Jika kita membaca liriknya, ini seperti sebuah candaan dari seorang yang tengah mabuk, namun sangat berbeda ketika kita melihat penampilan langsung Blockhead. Ternyata lagu ini memiliki makna yang sangat keras.

Kemudian, jika kita melihat aksi panggung Ian, kita akan melihat sosok emosional dan kejujuran seorang Ian Dury dalam kegilaannya yang ganjil. Barangkali, jika kita tidak membaca riwayat hidup Ian, kita akan menganggap Ian hanyalah orang gila yang sedang menyanyi dalam sebuah band di panggung.

Karena tingkahnya benar-benar melambangkan tingkah-tingkah orang gila pada umumnya, terkadang ia menangis, tetapi beberapa menit kemudian ia sudah tertawa terbahak-bahak. Namun sedikitpun tidak ada yang lucu atau ganjil atas tingkah gila Ian tersebut jika kita melihat masa-lalunya yang tragis. Kegilaan Ian di atas panggung sama saja dengan menonton masalalunya karena memang Ian selalu menggambarkan masalalunya dalam penampilannya.

Aksi panggungnya merupakan alat bagi Ian untuk melawan ketidakberdayaannya di masalalu dan menegaskan bahwa ia merupakan seseorang yang rock and roll. Dan kemudian ia melegitimasikan ke-rock and roll-annya dalam lagunya yang berjudul “Sex and Drugs and Rock and Roll.” Dengan genre musicnya yang juga berbau punk tersebut semakin mempertegas bahwa Ian menjadikan music sebagai media untuk memberontak sekaligus motivasi.

Dalam suatu wawancara dengan penerbitan local Inggris, Ian mengatakan bahwa ketenaran yang akhirnya dicapainya bukanlah hal yang sebenarnya yang ia inginkan. Dia juga mengutip perkataan Paul Mc Cartney,”ketenaran membuatku menjadi orang yang kasar.”

Perasaan semacam ini juga dialami oleh banyak musisi luar biasa lainnya, seperti Kurt Cobain, Jimi Hendrix, Jim Morrison, dan Janis Joplin, dan di Indonesia ada Band “Ina Blues” yang pernah mengatakan dalam satu wawancara di acara televise swasta, bahwa bagi mereka popularitas merupakan sebuah resiko.

Kurt Cobain merupakan salah satu musisi yang mengalami hal tersebut, namun nasibnya berujung tragis. Ketenaran yang di dapatnya membuat Kurt stress dan akhirnya menarik pelatuk yang diarahkan ke kepalanya sendiri.

Maka, sebenarnya yang di inginkan oleh Ian Dury, Kurt Cobain, Jim Morrison, dan Jimi Hendrix hanyalah sebuah eksistensi, sebuah pengakuan, namun tidak dengan popularitas yang megah. Karena pada dasarnya musisi-musisi tersebut bukanlah orang-orang dengan latar-belakang yang terbiasa dengan popularitas. Bahkan mereka memiliki masalalu yang bisa dibilang cukup suram.

Ian Dury dengan kecacatannya, Kurt Cobain yang pernah tinggal di kolong jembatan, dan Jimi Hendrix yang miskin dan ditinggal mati oleh ibunya, merupakan latar-belakang dari fenomenalitas mereka. Mungkin mereka sempat menikmati popularitas yang mereka dapatkan, namun pada akhirnya mereka merasakan sesuatu yang membuat mereka lari dari diri sendiri.
Eksistensi bukan berarti popularitas.

Tahun 2000, akhirnya Ian Dury melepaskan nafas terakhirnya akibat penyakit kanker.. Namun, popularitas dan eksistensi merupakan dua hal yang tidak bisa terkubur bersama jasad. Hanya saja, pencarian akan eksistensi membuat Ian Dury menjadi hidup, dan popularitas merupakan hal yang mengarahkan Ian Dury menuju kefanaan.

Disitulah letak perbedaan eksistensi dengan popularitas.

Senin, 20 Mei 2013

ANAK-ANAK WAKTU

Malas adalah konsekuensi tak tampak, parasit yang menempel pada spekulan-spekulan yang ingin memeluk khayal.

Terkadang terkubur oleh waktu, juga bangkit karna waktu. Dua jenis waktu yang bercinta lalu melahirkan manusia-manusia yang lari dari lampu kamar yang redup, lagu-lagu, orang-orang berbicara, rokok, dan kopi yang ada disini, saat ini.

Memang, tanpa analisa kita bahagia, tapi aku adalah seorang analis dan bahkan tukang protes.

Aku terlahir dari hawa-nafsu sang waktu, dan aku durhaka. Menerjang badai yang menghantam jejak-jejak hasrat, sampai saat aku menyimpulkan bahwa di depan ada sejuta pasukan Bar-bar yang mematikan logika-ku.

Apakah sudah seharusnya malas mereduksi puisi jujur menjadi puisi sekedar??? Barangkali itu memang tugas sang malas, tugas yang tidak harus bisa terlaksana.

Sekarang, kutatap malas dengan pandang tajam, mempertegas ke-durhakaan-ku pada sang waktu...

Selasa, 02 April 2013

Di Satu Kuliah

Aku melihat,
para gitaris mempelajari teknik-teknik baru
dimana mereka seharusnya beraksi

Dan,
Di sebuah pertandingan,
Fergusson palsu sepertinya tengah mencari eksperimen baru
sebagai metode latihan

Panggung sunyi
Stadion sunyi

Panggung Hall of Fame dan Old Trafford
menjadi sarang kebingungan

Dimana para gitaris, Fergusson palsu, dan para pemain Maschester United
baru saja memboikot apa yang seharusnya mereka lakukan.

Sialan!!

Senin, 25 Maret 2013

KOBOY

Dibawah lampu, ada putih warna meja dimana pernah diseberangi ketidaksiapan, satu perjuangan.
Bla bla bla bunyi suara, tidak ada yang menentukan kemana bakal mengarah, bebas.
Hanya ketidaksiapan yang bisa menentukan arah kemana bakal singgah, kesimpulan sementara adalah perjuangan. Mungkin kah?

Koboy pasti mengukur talinya, kemudian menjerat leher buruan.
Bagaimanakah koboy mengukur tali penjerat?

Buruan memberikan semacam kriteria, bagaimana itu koboy yang tepat.
Ya, itulah buruan yang cerdas, yang pintar, dan yang blablabla.

Koboy, alkohol, dan kesadaran.
kait-mengait menjadi sebuah perjuangan yang luar biasa(?). Perjuangan koboy.

Selamat datang esok yang biasa saja, koboy gugup di medan perburuan.
Tapi berburu adalah masa yang panjang, berulang, dan berjuang. Perjuangan koboy.

Tiba-tiba tatapan disekitar koboy menerkam sudut sensitifnya, koboy yang tidak siap, koboy malang.

Selamat datang ESOK YANG BIASA-BIASA SAJA!!! 

Rabu, 06 Maret 2013

Ketika Dilanda Sepi

Kebosanan adalah kebingungan dan benci yang menyelusup tajam ke dalam kenyataan.

Hancurkan! Hancurkan! Hancurkan!

Hancurkan dengan kebohongan, karena kamu tidak memiliki kenyataan.

Kebahagiaanmu hanyalah khayalan,

Silakan benci dirimu, dirinya, atau apa saja yang memaksamu berbohong.

Perasaanmu kini seperti lidah yang patah selera

Kamu tidak mendapatkan cintamu disini,

kamu belum menemukan cintamu disini,

Barangkali,

Minggu, 17 Februari 2013

Musafir


Tidak beberapa lama setelah hujan, seorang musafir yang baru saja menemukan pedoman dan beberapa perlengkapan berkelananya, terkejut. Sebuah kabar yang belum pasti mengejutkan dirinya, sehingga membuat peta perjalanan yang di pegangnya bergetar dan hampir saja terlepas melayang terbawa angin gurun. Ia sempat merasa "goyang" dan nyaris kehilangan peta yang barusaja ia temukan.

Sebuah kabar burung telah sampai padanya, bahwa oase yang menjadi tujuannya selama ini telah ditemukan terlebih dahulu oleh seorang musafir lainnya. Maklum ia terkejut, karena oase tersebut adalah sebuah pulau kecil dan subur yang terdapat ditengah sebuah sungai yang jaraknya masih cukup jauh dari posisi si Musafir tersebut saat ini. Dan ada satu fakta unik dari oase itu, bahwa tempat itu tak bisa dihuni lebih dari satu orang karena keindahannya yang luar biasa, sepertihalnya wanita.

"Tapi perjalananku masih jauh" pikirnya. Oase itu memang masih jauh, tetapi sebenarnya sang musafir itu sudah cukup mengetahui bagaimana bentuk oase tersebut, ia suka mencari-cari informasi mengenai tempat tersebut secara diam-diam. Selain itu, dia juga mendapatkan informasi tempat tersebut dari mimpi dan khayalannya.

Kemudian ketika dia berhenti di sebuah penginapan warga untuk rehat sejenak, beredar kabar lagi bahwa musafir yang telah menemukan oase tersebut telah lebih lama mengetahui dan mencari dimana tepatnya oase itu berada daripada dirinya. Tapi, setelah ia bertanya kepada orang-orang disekitarnya, tidak ada berita pasti yang dapat dipegang.

Malam itu, ia istirahat sejenak di penginapan itu sembari menenangkan diri dan menemukan kembali kepribadiannya yang sempat goyah.

Sungguh ia tak bisa tidur malam itu, ia gelisah. Selain kenyataan bahwa oase itu adalah tempat yang indah sekali, alasan lain yang membuat dirinya tak bisa tidur adalah bahwa dirinya tak punya banyak tempat indah yang lain untuk bisa dituju lagi. Maka, jika kabar itu benar, kemungkinan besar ia harus mengulang dari awal lagi pengelanaannya. Mencari oase yang lain.

Ia tidak bisa tidur, perlahan kebosanan mulai melanda dirinya. Tanpa alasan lagi, ia keluar dari kamar dan meminta si pemilik penginapan, seorang wanita paruh baya dengan anak gadis kecilnya yang baru berusia 6 tahun, untuk membuatkan segelas kopi hitam panas.

Kepalanya masih memikirkan berita yang belum jelas itu. Menakar-nakar akurasi berita tersebut. Dari pembicaraan dengan wanita pemilik penginapan tersebut, ia mengetahui bahwa si musafir yang katanya telah menemukan oase tersebut berasal dari suatu wilayah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat oase itu berada. Kabar itu menambah keyakinannya bahwa ia harus mencari oase yang lain. Tapi, sesuatu yang liar di dalam sanubarinya bergerak-gerak terus sembari membisikkan pada telinga di relung hatinya bahwa ia masih punya harapan. Hal inilah yang membuat dirinya memutuskan bahwa ia akan terus berkelana menuju oase tersebut, apapun kenyataannya.

Tetapi, angin malam yang memasuki penginapan tersebut menyentuh lembut daun telinganya dan berbisik, "mungkin saja kabar itu benar, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa kabar itu hanyalah sebuah parodi. Parodi yang tak lucu". Kemudian angin tersebut pergi meninggalkannya.