Something has to be explained,
Some people that they're "offering more than they owe".
The man who's struggling against something that filled by many people, no one is funny.
Time is changing,"Come on, Son! It's nothing to do with your deeply dreams. You can't express them because the expression has no expression."
And that's the way the life goes on, Kids are cursed and pretend that "we just happy in this world," and suddenly said, "We're adult now!"
"Shut up! I am the real adult person here! I'll BRING you a truth! That is lies."
"You can't hate me! Kids are fool. Kids are innocent. Kids are nothing! Have you seen that, have you seen this, Are you blind?"
But,
The kids aren't alright.
Can you tell me
Why? Or,
Are you blind?
Dimana ketika segalanya ingin dituangkan kedalam sebuah tulisan, disinilah aku menggoreskannya.
Selasa, 26 April 2016
Jumat, 22 April 2016
Perempuan
Apa yang saya lihat
dari feminisme? Sekitar dua tahun yang lalu, saya pernah, selama satu semester,
mengikuti perkuliahan dengan tema: Gender. Bukan mata kuliah wajib, namun
mengapa saya mengambil kelas tersebut? Alasannya adalah, saya tertarik dengan feminisme
karena rasa ingin tahu. Itu saja. Pengetahuan soal hal tersebut, jujur, baru
saya mulai ketika kelas gender yang saya ambil dimulai. Tidak banyak cerita
yang saya dapat tentang kesetaraan gender pada kelas tersebut, dengan seorang
Doktor perempuan sebagai pengajar, selain masalah; bagaimana perempuan selalu
mendapat “jatah” lebih sedikit dibandingkan laki-laki dalam dunia kerja dan
sedikit mengenai budaya patriarkal yang memposisikan wanita pada level macak, masak, manak.
Tentu saja, Ibu saya adalah seorang perempuan. Tapi,
terlepas dari itu, di rumah tempat saya dibesarkan, antara Ayah dan Ibu saya
tidak terjadi apa yang dikenal sekarang dengan ketidaksetaraan gender. Setiap pagi
ayah saya bekerja, sementara itu ibu saya berbelanja ke pasar. Selama Ayah saya
bekerja di pasar, Ibu saya memastikan segala hal di rumah beres. Apapun itu. Tidak
ada aturan yang diciptakan, atau perintah dari Ayah saya terkait semua yang Ibu
saya kerjakan di rumah. Dan hal itu terjadi hingga detik ini. Jika kuasa selalu
memposisikan perempuan di bawah laki-laki, mengapa hal tersebut tidak terjadi
dengan Ibu saya? Atau, jika saya sedikit meragukan dalam hal ini, seseorang
mungkin akan bertanya untuk menguji; siapa yang mengatakan, sehingga saya bisa mengatakan
kalau kuasa memposisikan perempuan di bawah
kaum laki-laki? Dan jawaban yang bisa saya berikan adalah, Dewi Candraningrum,
seorang pemimpin redaksi di Jurnal
Perempuan, yang menggambarkan hubungan kuasa dan perempuan tersebut ke
dalam benak saya di suatu seminar yang diselenggarakan di ruang LPPM
Universitas sanata Dharma, 22 April 2016. Memang, Ibu saya bukan satu-satunya
perempuan di dunia. Tetapi, dan itu sama saja artinya dengan, tidak semua
perempuan di dunia yang mengalami masalah ketidaksetaraan gender.
Cara ibu saya bersikap di dalam rumah, sama sekali tidak
memberikan gambaran bahwa perempuan, sebagai suatu gender liyan, berada di bawah laki-laki. Saya akui, bahwa Negara, bahwa
Indonesia, didominasi oleh kaum laki-laki. Walaupun sebagai seorang laki-laki,
saya sendiri tidak pernah tertarik dengan tindak-tanduk
politik di Negara saya. Lalu, muncul pertanyaan dalam benak saya, apakah semua
perempuan menghendaki posisi sebagai politisi/negarawan? Atau, mungkin saja,
seperti saya, lebih banyak yang merasa tidak tertarik dengan urusan kekuasaan
semacam itu. Sehingga mereka tidak perlu sibuk-sibuk untuk menjelaskan bahwa suatu
Negara dikuasai oleh laki-laki dan dengan begitu berarti secara politis
perempuan kurang diperhatikan. Huuh, saya pikir saya harus menghindar dari
realitas semacam itu.
Jika ada yang ingin adil, maka kita harus mengingat, pada
Woodstock 1969, ratusan ribu orang dari seluruh penjuru Amerika Serikat
terhipnotis oleh penampilan Janis Joplin. Panggung Rock n Roll, adalah satu
dimensi di mana kesetaraan gender dan feminisme tidak mesti menjadi bermasalah.
Joan Baez, Janis Joplin, Grace Slick (Jefferson Airplane) Melanie Safka, berada
di panggung yang sama, di depan penonton yang sama, dan pada ajang yang sama,
dan mereka tercatat bersama-sama dalam sejarah Rock n Roll dengan Jimi Hendrix,
The Who, Johnny Winter dan Joe Cocker. Lalu apa? Apakah kita harus menghitung
jumlah performer pada konser tersebut hanya untuk membuktikan bahwa laki-laki
mendominasi. Di dalam Rock n Roll, hanya ada peace and love. Janis Joplin adalah penderita Body Dismorphya, tapi dia mampu menjadi bintang Rock n Roll. Sebagai
perempuan, dia sangat pantas untuk dikagumi. Sayangnya, di beberapa seminar
tentang perempuan yang pernah saya ikuti, nama Janis Joplin tidak pernah
muncul.
Apakah feminisme benar-benar mewakili semua perempuan di
alam semesta ini? Ketika Dr. Reyes menjadi pembicara tentang masalah “perempuan”
di ruang Pusdema Universitas Sanata Dharma, entah mengapa, pikiran bahwa
perempuan adalah alien muncul di
benak saya. Ruang tersebut mencipatakan atmosfer yang membuat saya berpikir
demikian. Sebagai penolakan, akhirnya saya pergi meninggalkan diskusi tersebut
sebelum acara selesai. Sebab, di benak saya Janis Joplin selalu muncul berulang
kali untuk mematahkan segala teori tentang masalah ketidaksetaraan gender yang
disampaikan dalam diskusi saat itu. Saya merasa harus menjauhkan diri dari
persoalan kekuasaan jika hendak melihat perempuan sebagai sesuatu yang tidak
berbeda level dengan laki-laki, dan saya 100% yakin akan hal tersebut.
Perempuan, menurut saya, tidak semuanya dapat diartikan
ke dalam feminisme. Baik Dr. Reyes, maupun Dr. Phil. Dewi Candraningrum, bisa
saya saya pastikan, bahwa mereka tidak memiliki Rock n Roll dalam jiwanya.
Sabtu, 09 April 2016
Nabi
Jika seseorang dapat memahami apa itu
sebenarnya kutukan, maka sudah sepatutnyalah ada cita-cita yang harus
dipelihara olehnya.
Karena harapan yang besar adalah
satu-satunya jalan untuk menyelamatkan orang-orang disekitarmu.
Tuhan, entah kenapa aku harus jujur untuk mengatakan aku malu sampai harus mengucapkan nama-Mu, aku tidak tahu.
Mimpi menjadi kenyataan. Sebuah horor
dan seorang penyelamat.
Ini adalah akibat dari kemalasan,
kutukan nenek moyang, kebencian seorang guru, dan ketidakpedulian, rasa lapar,
rasa takut untuk disalahkan, kemabukan, intuisi yang berkelana, pertemanan yang
penuh dengan kebencian dan rasa curiga, kepalsuan dunia, dan keengganan untuk
menuduh.
Ini adalah sebuah Petualangan Besar!
Seperti sebuah tawaran dari Seseorang
entah di mana, lalu sesuatu menguap menghilangkan akal sehatku.
Apakah malu adalah satu pertanda bahwa
ada Sesuatu yang memberitahu manusia tentang kerendahan hati dan refleksi yang
hidup di dalam diri mereka?
Aku hanya ingin menulis puisi. Dengan
segala kerendahan hati. Dengan semua yang mampu ku refleksikan. Apakah aku
sudah mendengarkan-Mu?
Dan, akhirnya aku merasakannya: Aku
memiliki waktu untuk meragukan-Mu.
Lalu aku membayangkan: seorang ibu akan
menangis karena ketidakmengertiannya terhadap puisi ini. Karena dia mungkin
tidak tahu, bahwa Engkau-lah yang selama ini kucari.
Dan kemudian, apakah ini setan atau
Tuhan?
Atau, semua hanyalah musik? Lalu
semuanya kembali lagi kepada kenyataan.
Hal yang paling tidak kuinginkan saat
ini. Egoisme versus sosialisme, kapitalisme versus komunisme, kegilaan versus
kewarasan. Selamanya dunia ini adalah arena pertarungan; di mana seorang
penyendiri sangat membenci dunia sekitarnya; sementara cinta adalah masalalu.
Romantisisme memang mengacu pada kisah
percintaan, di mana setiap orang ingin kembali padanya dengan berhalusinasi
melihatnya di masa depan. Harapan yang sangat nikmat.
Kenyataan, Nak! Kenyataan!
Sudah waktunya kau harus melupakan
kehidupanmu.
Tapi aku tidak mau sedetikpun berada di
luar puisi. Meskipun kenyataannya tidak begitu.
Seseorang yang tengah marah mengatakan
pada dirinya sendiri kata-kata yang sudah dilupakannya mengenai “giliran”.
Percaya tidak percaya, aku akan kaya.
Dan aku tidak pernah sedikitpun menginginkannya.
Namun, ketika aku kembali, aku merasakan
keinginan untuk menjadi kaya.
Ini hanya perbedaan serupa yang memberi
alasan mengapa di dunia ini terdapat kapitalis-komunis, berkuasa-dikuasai,
ataupun surga dan neraka.
Puisi bukan permainan kata-kata untuk
kesenangan dunia tetapi tanpa makna atau sembarang makna,
Sebab, Tuhanlah yang membisikkan
kata-kata dalam puisi kepada para penyair!
Narsisme bukan untuk bermain-main.
Dan, aku tidak mungkin menulis puisi
dengan seseorang di sisiku.
Meskipun aku menginginkan Ningsih-ku
untuk melakukannya.
Jumat, 08 April 2016
Aku benar-benar mencintaimu, Ningsih
Aku harus mengulang tahun depan; mungkin aku benar-benar
salah (pecundang), atau, mungkin seorang guru memendam benci sehingga aku di
kutuk oleh Tuhan setelah aku dibuat-Nya menderita kelaparan.
Aku merasa ada sesuatu yang berkata,”Haram bagimu untuk
memberi complain! Lapar-mu, urusan-mu.”
Akhirnya, aku setuju untuk meletakkan kesalahan, semua
kesalahan, semua kesalahan, semua kesalahan, semua kesalahan, semua kesalahan,
semua kesalahan, semua kesalahan, semua kesalahan, semua kesalahan. . . pada
perasaan yang ku nilai memang pantas menjadi ANJING!
Jika aku bercerita, baunya sama seperti muntah seorang
pemabuk yang membuat orang lain muntah.
Jika aku bertanya,”Apakah ada alasan untuk kegagalan setelah
seorang guru mempecundangi-ku di hadapan “asjbfajkcva” dan aku memang telah
dikutuk?”
Jawabannya adalah ‘tidak ada’ karena sesekali aku membenci
semua orang. Dunia tidak punya hati nurani sejak uang memperkosa ibu dan ayah
dan kakak yang melaju kencang dengan suaranya yang menakutkan, Thor!!
Aku harus mengulang tahun depan. Sepertinya seorang guru
pernah membenciku. Sepertinya seorang guru pernah membenciku. Pernah membenciku.
Membenciku.
Dan seseorang tidak bisa menyelesaikannya kecuali diriku.
Aku tidak tahu, Tuhan entah di mana, Ning….
Langganan:
Postingan (Atom)