Jika seseorang dapat memahami apa itu
sebenarnya kutukan, maka sudah sepatutnyalah ada cita-cita yang harus
dipelihara olehnya.
Karena harapan yang besar adalah
satu-satunya jalan untuk menyelamatkan orang-orang disekitarmu.
Tuhan, entah kenapa aku harus jujur untuk mengatakan aku malu sampai harus mengucapkan nama-Mu, aku tidak tahu.
Mimpi menjadi kenyataan. Sebuah horor
dan seorang penyelamat.
Ini adalah akibat dari kemalasan,
kutukan nenek moyang, kebencian seorang guru, dan ketidakpedulian, rasa lapar,
rasa takut untuk disalahkan, kemabukan, intuisi yang berkelana, pertemanan yang
penuh dengan kebencian dan rasa curiga, kepalsuan dunia, dan keengganan untuk
menuduh.
Ini adalah sebuah Petualangan Besar!
Seperti sebuah tawaran dari Seseorang
entah di mana, lalu sesuatu menguap menghilangkan akal sehatku.
Apakah malu adalah satu pertanda bahwa
ada Sesuatu yang memberitahu manusia tentang kerendahan hati dan refleksi yang
hidup di dalam diri mereka?
Aku hanya ingin menulis puisi. Dengan
segala kerendahan hati. Dengan semua yang mampu ku refleksikan. Apakah aku
sudah mendengarkan-Mu?
Dan, akhirnya aku merasakannya: Aku
memiliki waktu untuk meragukan-Mu.
Lalu aku membayangkan: seorang ibu akan
menangis karena ketidakmengertiannya terhadap puisi ini. Karena dia mungkin
tidak tahu, bahwa Engkau-lah yang selama ini kucari.
Dan kemudian, apakah ini setan atau
Tuhan?
Atau, semua hanyalah musik? Lalu
semuanya kembali lagi kepada kenyataan.
Hal yang paling tidak kuinginkan saat
ini. Egoisme versus sosialisme, kapitalisme versus komunisme, kegilaan versus
kewarasan. Selamanya dunia ini adalah arena pertarungan; di mana seorang
penyendiri sangat membenci dunia sekitarnya; sementara cinta adalah masalalu.
Romantisisme memang mengacu pada kisah
percintaan, di mana setiap orang ingin kembali padanya dengan berhalusinasi
melihatnya di masa depan. Harapan yang sangat nikmat.
Kenyataan, Nak! Kenyataan!
Sudah waktunya kau harus melupakan
kehidupanmu.
Tapi aku tidak mau sedetikpun berada di
luar puisi. Meskipun kenyataannya tidak begitu.
Seseorang yang tengah marah mengatakan
pada dirinya sendiri kata-kata yang sudah dilupakannya mengenai “giliran”.
Percaya tidak percaya, aku akan kaya.
Dan aku tidak pernah sedikitpun menginginkannya.
Namun, ketika aku kembali, aku merasakan
keinginan untuk menjadi kaya.
Ini hanya perbedaan serupa yang memberi
alasan mengapa di dunia ini terdapat kapitalis-komunis, berkuasa-dikuasai,
ataupun surga dan neraka.
Puisi bukan permainan kata-kata untuk
kesenangan dunia tetapi tanpa makna atau sembarang makna,
Sebab, Tuhanlah yang membisikkan
kata-kata dalam puisi kepada para penyair!
Narsisme bukan untuk bermain-main.
Dan, aku tidak mungkin menulis puisi
dengan seseorang di sisiku.
Meskipun aku menginginkan Ningsih-ku
untuk melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar