Kemampuan
seseorang tanpa ajaran pengampu bisa dikategorikan bodoh atau lebih sopan tidak
kompeten.
Unsur-unsur
yang diterapkan harus mengacu pada sebuah asas penilaian atau yang sering
ditutur oleh para bajingan adalah skor.
Menjunjung
tinggi pemikiran kritis katanya,
harus mengacu pada nilai dan norma yang berlaku katanya.
Kadang
mereka tertawa disaat satu-satunya perintah adalah mendapat nilai terbaik.
Apakah
sebuah kompetensi seorang harus diukur oleh kemapuan menjawab soal ujian? Atau
melalui kemampuan dalam menghafal materi?
Itulah
kenapa dia menjadi peminta atau yang sering disebut budak institusi tukang contek.
Setiap
hari diwajibkan untuk mengikuti, mendengar dan mengerjakan. Setiap minggu
ditagih dan setiap semester dituntut. Bukankah kita hanya mencari? Mencari ilmu
yang dijual oleh mereka. Kadang mampu dan kadang merintih, tak tersirat
sebenarnya.
Menghormati
seseorang bukan berarti menjadi tunduk dan diam layaknya babu. Menghargai pendapat dan masukan merupakan hal yang wajib
diteladani. Seharusnya berlaku disemua elemen institusi dan mirisnya apakah
mahasiswa dianggap sebagai pelanggan?
Seberapa
besar dan seberapa penting sebuah kompetensi seseorang? Seberapa besar niat
mereka memberi sedang mereka sukar menerima?
Sebenarnya,
apakah mengajar sama dengan mendidik?
Coba
perhatikan sedikit dan pikirkan sejenak. Dimana hak yang dimaksud ketika sistem
masih membedakan status?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar