Aku
tulis kisahku di kertas yang samar-samar,
Ketakutan-ketakutan
itu datang dengan caranya yang aneh.
Sepertinya,
aku merasakan kebahagiaan sedang bersembunyi di antara lorong-lorong
labirinnya.
Di
dalam mimpiku, kadang ia ialah seorang wanita.
Dalam
mimpiku, dia adalah keinginan besar untuk menjadi rockstar.
Dia
membawaku ke dalam kemuliaan yang tercela, keberanian yang paranoid,
keberuntungan yang sial, gerak yang diam.
“Aku
ingin membuktikan bahwa Marx salah! “Ia terdiam, lalu menambahkan, “Namun,
Kapitalis juga salah.”
Orang-orang
memandangnya dengan tidak peduli, dengan kuping yang tak mendengarkan.
Bahkan,
ia sudah murtad dari agama yang bernama ‘Akupun adalah bekas dari seseorang
yang pernah tidak peduli dengan diriku sendiri’.
Dia
adalah anak pahala dan dosa.
“I got you!!!” Ucap Dunia ketika
menyambutnya di dunia.
Lalu,
ia berteriak sekencang-kencangnya, namun, kata dokter ia normal jika menangis.
“AAAAKKK!!!
(Aku berteriak, bukan menangis)”, ucapnya.
Sekarang,
siapa yang masih mengingat kesadaran mereka ketika kita pertama kali menyusui?
Mungkinkah
kesadaran itu terasa seperti bagaimana rasanya dilahirkan?
Hal-hal
yang harusnya terucapkan namun terlupakan?
Bukankah
seperti itu takdir?
Aku
sudah tahu takdirku, dan bisa membelokkannya ke arah manapun aku mau,
Dan
itu perjalanan yang berat, kawan, karena setelah itu kita akan terlahir
kembali.
Bukankah
itu sebuah reinkarnasi?
Sayangnya,
kita mengartikan dengan salah keniscayaan yang dimiliki oleh agama.
Seseorang,
entah siapa namanya, berteriak, “Abad Kegelapan sudah berakhir!”, lalu,
“DUARRR!”, berteriaklah si kecil Rennaisance.
Di
Indonesia, istilah ini digubah oleh R. A. Kartini, seorang puteri bupati.
Bukankah
Thomas Aquinas adalah anak zamannya Abad Kegelapan?
Bukankah
Kartini juga?
Lalu,
barulah kita menyerah dan ditakdirkan untuk dilahirkan kembali.
Bukankah
setiap agama di Indonesia percaya dengan kebangkitan kembali? Terlepas dari
dirayakan atau tidak?
Apakah
kita harus membicarakan Sukarno?
Coba
kita bandingkan dengan George Washington, siapa yang paling keren?
Dan
kalian, hanya sibuk dengan pencarian akan sebuah pertanyaan seperti di atas.
Aku
tidak peduli dengan siapa pun di antara mereka.
Tetapi,
aku kagum kepada istilah ‘Ibu Pertiwi’, ‘Morherland’.
Dan,
kalau harus memilih, siapa yang paling pantas mendapatkan gelar sebagai ‘Miss Universe’, aku akan memilih seorang
pemenang.
Siapa
yang memilih para Miss Universe ini?
Merekalah,
rockstar.
Orang-orang
yang tidak seharusnya berada di sana.
Mereka
adalah teman Para Presiden.
Ada
pertanyaan???
Mereka
sama-sama menjadi incaran para wartawan. Sebuah bagian dari permainan politik.
Jika
kita harus memilih antara Pak Presiden dan seorang rockstar, siapa di antara kita yang akan menolak keduanya, jika
jawabannya adalah keduanya merupakan korporasi di balik layar Miss Universe? Milik media yang
mempekerjakan para wartawan, orang-orang yang mengincar keduanya?
Mari
kita lihat kembali apa yang terjadi dengan John F. Kennedy. Bayangkan jika
peristiwa di Grassy Knoll hanya
sebuah sandiwara. Bayangkan jika Abad Pertengahan dan Rennaisance adalah sebuah permainan.
Rasanya
mungkin seperti mengalami kekalahan dan kemenangan, dikuasai atau menguasai.
Sesuatu
terjadi padaku, dan aku tidak punya alasan lain untuk tidak mengatakannya.
Beranikah
kita berhenti?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar