Aku sedang berusaha untuk menembusnya lebih dalam,
untuk menyelamatkan diriku sendiri.
Seorang peramal dan pemabuk mengatakan, "kau masih memegang kuncinya".
Lalu, aku mengalami kemunduran, merasa bahagia, dan, semuanya menjadi abu-abu.
Ya, aku menolak banyak hal di zamanku sendiri,
tetapi, bagaimana cara menjelaskan, bahwa, kau, adalah seorang perempuan yang kuterima apa adanya meskipun kau telah menjadi bagian dari zaman ini?
Dimana ketika segalanya ingin dituangkan kedalam sebuah tulisan, disinilah aku menggoreskannya.
Selasa, 27 Desember 2016
#2 Cinta
Lima tahun yang lalu, aku bertanya-tanya pada diriku sendiri.
Pada waktu itu, aku sangat marah.
Insomnia, halusinasi, keinginan yang sangat kuat, kenyataan yang berlainan, kemudian, aku bertemu dengan seorang wanita di dalam mimpi.
Sebelas tahun yang lalu, aku jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Pepatah lama mengatakan, "jangan terjatuh di lubang yang sama", keluargaku menambahkan kata "tiga kali" di belakangnya.
Aku akan mengatakan, bahwa, yang pertama adalah alami; yang kedua adalah kebetulan; dan, yang ketiga adalah proyeksi (?)
Atau, semuanya adalah tidak sama sekali.
Yang pertama membangun pola yang terkunci seperti penjara,
dan aku menjadi manusia mekanis di dalamnya.
Sebuah boneka . . .
Pada waktu itu, aku sangat marah.
Insomnia, halusinasi, keinginan yang sangat kuat, kenyataan yang berlainan, kemudian, aku bertemu dengan seorang wanita di dalam mimpi.
Sebelas tahun yang lalu, aku jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Pepatah lama mengatakan, "jangan terjatuh di lubang yang sama", keluargaku menambahkan kata "tiga kali" di belakangnya.
Aku akan mengatakan, bahwa, yang pertama adalah alami; yang kedua adalah kebetulan; dan, yang ketiga adalah proyeksi (?)
Atau, semuanya adalah tidak sama sekali.
Yang pertama membangun pola yang terkunci seperti penjara,
dan aku menjadi manusia mekanis di dalamnya.
Sebuah boneka . . .
#1
Pantaskah Hollywood dibenarkan secara ilmiah?
Mari kita bertanya-tanya soal kegilaan . . .
Dan mengakui, bahwa, "aku menolak", dan, masih gagal menemukan 'kenapa'.
"Aku malu mengetahuinya bukan dari buku, tetapi film" adalah jenis dari sebuah pengakuan.
Mentalku menolak, sementara, pikiranku tidak.
Aku takut dituduh membolos, rumah begitu membosankan, dan aku sedang sakit.
Aku juga ragu apakah aku ingin pergi ke dokter.
Satu-satunya pendapat ilmiahku adalah: Aku terlalu banyak berbicara.
Baiklah. Kenapa Hollywood? Karena mereka membiusku.
Mari kita bertanya-tanya soal kegilaan . . .
Dan mengakui, bahwa, "aku menolak", dan, masih gagal menemukan 'kenapa'.
"Aku malu mengetahuinya bukan dari buku, tetapi film" adalah jenis dari sebuah pengakuan.
Mentalku menolak, sementara, pikiranku tidak.
Aku takut dituduh membolos, rumah begitu membosankan, dan aku sedang sakit.
Aku juga ragu apakah aku ingin pergi ke dokter.
Satu-satunya pendapat ilmiahku adalah: Aku terlalu banyak berbicara.
Baiklah. Kenapa Hollywood? Karena mereka membiusku.
Jumat, 23 Desember 2016
Pembodohan, Itu Pasti Pembodohan...
Bagaimana cara membaca buku? Bagaimana
cara membaca pertanyaan tersebut?
Tapi bukan itu yang kumaksud. Aku tidak
mau menyadarkanmu. Aku tidak peduli karena kau tidak peduli,
Dan, karena kau tidak bisa menjawab pertanyaanku.
Bahkan sesuatu yang lucu yang kau
jadikan tameng bagi rasa benci mu, atau rasa malu mu, tidak menghibur
sama
sekali bagiku.
Berkepentingan denganmu adalah
kepentingan yang paling bodoh yang pernah kuketahui: sebuah kenikmatan yang
dirasa perlu karena kita semua sudah lebih tidak berguna dari apapun di dunia
ini.
Karena kita bukan rockstar..
Ketika kalian dikuburkan suatu saat
nanti, dunia tidak akan pernah mengetahui jika kalian ada.
Dan kalian tidak akan pernah tahu apa
yang terjadi selanjutnya.
Suka tidak suka, mau tidak mau, kalian
sudah menyembah dewa yang salah, mengakui nabi yang membaca
buku yang sama
dengan buku yang kalian baca.
Aku bukan penulis puisi yang menipu diri
sendiri.
Yang membuang-buang waktu dan pikirannya
dengan mengatakan bahwa “uang itu penting karena kita harus realistis”.
“Anyone
who is reaching for the sky just to surrender”
Leonard Cohen.
Kamis, 24 November 2016
Sebab Mereka Hanya Menjual Ilmu
Kemampuan
seseorang tanpa ajaran pengampu bisa dikategorikan bodoh atau lebih sopan tidak
kompeten.
Unsur-unsur
yang diterapkan harus mengacu pada sebuah asas penilaian atau yang sering
ditutur oleh para bajingan adalah skor.
Menjunjung
tinggi pemikiran kritis katanya,
harus mengacu pada nilai dan norma yang berlaku katanya.
Kadang
mereka tertawa disaat satu-satunya perintah adalah mendapat nilai terbaik.
Apakah
sebuah kompetensi seorang harus diukur oleh kemapuan menjawab soal ujian? Atau
melalui kemampuan dalam menghafal materi?
Itulah
kenapa dia menjadi peminta atau yang sering disebut budak institusi tukang contek.
Setiap
hari diwajibkan untuk mengikuti, mendengar dan mengerjakan. Setiap minggu
ditagih dan setiap semester dituntut. Bukankah kita hanya mencari? Mencari ilmu
yang dijual oleh mereka. Kadang mampu dan kadang merintih, tak tersirat
sebenarnya.
Menghormati
seseorang bukan berarti menjadi tunduk dan diam layaknya babu. Menghargai pendapat dan masukan merupakan hal yang wajib
diteladani. Seharusnya berlaku disemua elemen institusi dan mirisnya apakah
mahasiswa dianggap sebagai pelanggan?
Seberapa
besar dan seberapa penting sebuah kompetensi seseorang? Seberapa besar niat
mereka memberi sedang mereka sukar menerima?
Sebenarnya,
apakah mengajar sama dengan mendidik?
Coba
perhatikan sedikit dan pikirkan sejenak. Dimana hak yang dimaksud ketika sistem
masih membedakan status?
Silent tears counterpart vulgar smiles
Everybody has taken their chance to be born
But no one has ever despised it.
Everybody should have taken their decision
But no one would gamble to spit.
They
have ruled upon.
Once
they took the execution,
They
still want the abomination.
Should
someone defy their showdown?
They indeed smile upon tears
For too many years.
Silencing every move to defend their
loved ones
And banish every awareness.
Greed
always drives to fight,
It
never takes any objection
Nor
believe any obligation.
To
shine over one’s right.
They wear tie and fancy suits,
They sleep with many cameras,
While other wear rotten dress
And fight for their tears.
Queen’s eyes
In several times she comb her light-brown hair,
Sometimes she did not at all.
In several occasions she stare at the
stair
Without seeing a thing at all.
The scenery is emphasize its awe eveywhere,
While
everyone is busy to stare.
The
Queen never stops give her share,
Yet
she insists not to go there.
Today is one day she expects to cry
She wants to try it harder,
While yesterday she expect herself to
pry
And never she did such character.
Earlier
she burst her tears out
She
never ease her eyes without,
Just
thirty minutes later she found out
Her
sight finally come out.
Langganan:
Postingan (Atom)