Di suatu dini hari, aku berpikir soal kriminalitas.
Bukan sebagai sebuah rubrik favorit dalam koran,
tetapi sebagai sebuah ancaman.
Orang-orang berkumpul, mereka berbicara tentang kriminalitas.
Di manapun aku berada.
Selamat! Untuk siapa saja yang sudah berhasil berkuasa karena ancaman mereka sekarang sudah menjadi pembicaraan umum!
Tidak! Kami tidak akan menjadi anak nakal.
Kami berkumpul, kami membicarakan kriminalitas.
Dimana ketika segalanya ingin dituangkan kedalam sebuah tulisan, disinilah aku menggoreskannya.
Selasa, 27 Desember 2016
#6
Sintesis bukan perpaduan antara tesis dan antitesis.
Sintesis adalah bukti dari sebuah penaklukan.
Adalah salahku jika memaknai antitesis sebagai alibi,
yang lemah dan mati di tanganku sendiri.
Bukanlah dialektika jika tanpa revolusi.
Maaf, jika kalimat pertamaku adalah ilusi,
lalu aku menciptakan alibi,
dan membantahnya dengan mitos revolusi.
Pada kenyataannya, aku tidak mampu berdialektika,
karena aku takut melakukan revolusi,
karena, revolusi berarti aku harus mengatakan semuanya kepadamu.
Sementara, cinta adalah mimpi buruk bagiku.
Sintesis adalah bukti dari sebuah penaklukan.
Adalah salahku jika memaknai antitesis sebagai alibi,
yang lemah dan mati di tanganku sendiri.
Bukanlah dialektika jika tanpa revolusi.
Maaf, jika kalimat pertamaku adalah ilusi,
lalu aku menciptakan alibi,
dan membantahnya dengan mitos revolusi.
Pada kenyataannya, aku tidak mampu berdialektika,
karena aku takut melakukan revolusi,
karena, revolusi berarti aku harus mengatakan semuanya kepadamu.
Sementara, cinta adalah mimpi buruk bagiku.
#5 Masa Kecil
'Masa kecil' adalah pelarian yang paling sempurna.
Kecacatannya sama dengan kesenangan yang muncul ketika memikirkan bunuh diri.
Yang bermuara pada puisi dari seorang penyair yang selalu dihantui kekurangan yang harus diakui karena lingkungan intelektualnya, seperti dirinya; terlalu narsis.
Ia melihat cemoohan masa kanak-kanaknya hadir kembali di masa remajanya.
Lalu, ia mundur, 'bahagia', dan merasa semua hal menjadi abu-abu.
Kecacatannya sama dengan kesenangan yang muncul ketika memikirkan bunuh diri.
Yang bermuara pada puisi dari seorang penyair yang selalu dihantui kekurangan yang harus diakui karena lingkungan intelektualnya, seperti dirinya; terlalu narsis.
Ia melihat cemoohan masa kanak-kanaknya hadir kembali di masa remajanya.
Lalu, ia mundur, 'bahagia', dan merasa semua hal menjadi abu-abu.
#4 Sejarah
Sejarahku adalah sejarah penyakit.
Aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa 'aku sedang jatuh cinta' seperti mesin penjawab yang sudah diatur sedemikian rupa.
Setiap pertanyaan memiliki jawaban yang otomatis.
Tersusun dan saklek.
Aku adalah pabrik yang memproduksi untuk diriku sendiri.
Bahan-bahan yang sama, hasil produksi yang sama.
Dan ketika aku sedang jatuh cinta, semuana berubah menjadi penjara.
"You can't quit, my little boy!"
Aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa 'aku sedang jatuh cinta' seperti mesin penjawab yang sudah diatur sedemikian rupa.
Setiap pertanyaan memiliki jawaban yang otomatis.
Tersusun dan saklek.
Aku adalah pabrik yang memproduksi untuk diriku sendiri.
Bahan-bahan yang sama, hasil produksi yang sama.
Dan ketika aku sedang jatuh cinta, semuana berubah menjadi penjara.
"You can't quit, my little boy!"
#3 Perempuan
Aku sedang berusaha untuk menembusnya lebih dalam,
untuk menyelamatkan diriku sendiri.
Seorang peramal dan pemabuk mengatakan, "kau masih memegang kuncinya".
Lalu, aku mengalami kemunduran, merasa bahagia, dan, semuanya menjadi abu-abu.
Ya, aku menolak banyak hal di zamanku sendiri,
tetapi, bagaimana cara menjelaskan, bahwa, kau, adalah seorang perempuan yang kuterima apa adanya meskipun kau telah menjadi bagian dari zaman ini?
untuk menyelamatkan diriku sendiri.
Seorang peramal dan pemabuk mengatakan, "kau masih memegang kuncinya".
Lalu, aku mengalami kemunduran, merasa bahagia, dan, semuanya menjadi abu-abu.
Ya, aku menolak banyak hal di zamanku sendiri,
tetapi, bagaimana cara menjelaskan, bahwa, kau, adalah seorang perempuan yang kuterima apa adanya meskipun kau telah menjadi bagian dari zaman ini?
#2 Cinta
Lima tahun yang lalu, aku bertanya-tanya pada diriku sendiri.
Pada waktu itu, aku sangat marah.
Insomnia, halusinasi, keinginan yang sangat kuat, kenyataan yang berlainan, kemudian, aku bertemu dengan seorang wanita di dalam mimpi.
Sebelas tahun yang lalu, aku jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Pepatah lama mengatakan, "jangan terjatuh di lubang yang sama", keluargaku menambahkan kata "tiga kali" di belakangnya.
Aku akan mengatakan, bahwa, yang pertama adalah alami; yang kedua adalah kebetulan; dan, yang ketiga adalah proyeksi (?)
Atau, semuanya adalah tidak sama sekali.
Yang pertama membangun pola yang terkunci seperti penjara,
dan aku menjadi manusia mekanis di dalamnya.
Sebuah boneka . . .
Pada waktu itu, aku sangat marah.
Insomnia, halusinasi, keinginan yang sangat kuat, kenyataan yang berlainan, kemudian, aku bertemu dengan seorang wanita di dalam mimpi.
Sebelas tahun yang lalu, aku jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Pepatah lama mengatakan, "jangan terjatuh di lubang yang sama", keluargaku menambahkan kata "tiga kali" di belakangnya.
Aku akan mengatakan, bahwa, yang pertama adalah alami; yang kedua adalah kebetulan; dan, yang ketiga adalah proyeksi (?)
Atau, semuanya adalah tidak sama sekali.
Yang pertama membangun pola yang terkunci seperti penjara,
dan aku menjadi manusia mekanis di dalamnya.
Sebuah boneka . . .
#1
Pantaskah Hollywood dibenarkan secara ilmiah?
Mari kita bertanya-tanya soal kegilaan . . .
Dan mengakui, bahwa, "aku menolak", dan, masih gagal menemukan 'kenapa'.
"Aku malu mengetahuinya bukan dari buku, tetapi film" adalah jenis dari sebuah pengakuan.
Mentalku menolak, sementara, pikiranku tidak.
Aku takut dituduh membolos, rumah begitu membosankan, dan aku sedang sakit.
Aku juga ragu apakah aku ingin pergi ke dokter.
Satu-satunya pendapat ilmiahku adalah: Aku terlalu banyak berbicara.
Baiklah. Kenapa Hollywood? Karena mereka membiusku.
Mari kita bertanya-tanya soal kegilaan . . .
Dan mengakui, bahwa, "aku menolak", dan, masih gagal menemukan 'kenapa'.
"Aku malu mengetahuinya bukan dari buku, tetapi film" adalah jenis dari sebuah pengakuan.
Mentalku menolak, sementara, pikiranku tidak.
Aku takut dituduh membolos, rumah begitu membosankan, dan aku sedang sakit.
Aku juga ragu apakah aku ingin pergi ke dokter.
Satu-satunya pendapat ilmiahku adalah: Aku terlalu banyak berbicara.
Baiklah. Kenapa Hollywood? Karena mereka membiusku.
Jumat, 23 Desember 2016
Pembodohan, Itu Pasti Pembodohan...
Bagaimana cara membaca buku? Bagaimana
cara membaca pertanyaan tersebut?
Tapi bukan itu yang kumaksud. Aku tidak
mau menyadarkanmu. Aku tidak peduli karena kau tidak peduli,
Dan, karena kau tidak bisa menjawab pertanyaanku.
Bahkan sesuatu yang lucu yang kau
jadikan tameng bagi rasa benci mu, atau rasa malu mu, tidak menghibur
sama
sekali bagiku.
Berkepentingan denganmu adalah
kepentingan yang paling bodoh yang pernah kuketahui: sebuah kenikmatan yang
dirasa perlu karena kita semua sudah lebih tidak berguna dari apapun di dunia
ini.
Karena kita bukan rockstar..
Ketika kalian dikuburkan suatu saat
nanti, dunia tidak akan pernah mengetahui jika kalian ada.
Dan kalian tidak akan pernah tahu apa
yang terjadi selanjutnya.
Suka tidak suka, mau tidak mau, kalian
sudah menyembah dewa yang salah, mengakui nabi yang membaca
buku yang sama
dengan buku yang kalian baca.
Aku bukan penulis puisi yang menipu diri
sendiri.
Yang membuang-buang waktu dan pikirannya
dengan mengatakan bahwa “uang itu penting karena kita harus realistis”.
“Anyone
who is reaching for the sky just to surrender”
Leonard Cohen.
Kamis, 24 November 2016
Sebab Mereka Hanya Menjual Ilmu
Kemampuan
seseorang tanpa ajaran pengampu bisa dikategorikan bodoh atau lebih sopan tidak
kompeten.
Unsur-unsur
yang diterapkan harus mengacu pada sebuah asas penilaian atau yang sering
ditutur oleh para bajingan adalah skor.
Menjunjung
tinggi pemikiran kritis katanya,
harus mengacu pada nilai dan norma yang berlaku katanya.
Kadang
mereka tertawa disaat satu-satunya perintah adalah mendapat nilai terbaik.
Apakah
sebuah kompetensi seorang harus diukur oleh kemapuan menjawab soal ujian? Atau
melalui kemampuan dalam menghafal materi?
Itulah
kenapa dia menjadi peminta atau yang sering disebut budak institusi tukang contek.
Setiap
hari diwajibkan untuk mengikuti, mendengar dan mengerjakan. Setiap minggu
ditagih dan setiap semester dituntut. Bukankah kita hanya mencari? Mencari ilmu
yang dijual oleh mereka. Kadang mampu dan kadang merintih, tak tersirat
sebenarnya.
Menghormati
seseorang bukan berarti menjadi tunduk dan diam layaknya babu. Menghargai pendapat dan masukan merupakan hal yang wajib
diteladani. Seharusnya berlaku disemua elemen institusi dan mirisnya apakah
mahasiswa dianggap sebagai pelanggan?
Seberapa
besar dan seberapa penting sebuah kompetensi seseorang? Seberapa besar niat
mereka memberi sedang mereka sukar menerima?
Sebenarnya,
apakah mengajar sama dengan mendidik?
Coba
perhatikan sedikit dan pikirkan sejenak. Dimana hak yang dimaksud ketika sistem
masih membedakan status?
Silent tears counterpart vulgar smiles
Everybody has taken their chance to be born
But no one has ever despised it.
Everybody should have taken their decision
But no one would gamble to spit.
They
have ruled upon.
Once
they took the execution,
They
still want the abomination.
Should
someone defy their showdown?
They indeed smile upon tears
For too many years.
Silencing every move to defend their
loved ones
And banish every awareness.
Greed
always drives to fight,
It
never takes any objection
Nor
believe any obligation.
To
shine over one’s right.
They wear tie and fancy suits,
They sleep with many cameras,
While other wear rotten dress
And fight for their tears.
Queen’s eyes
In several times she comb her light-brown hair,
Sometimes she did not at all.
In several occasions she stare at the
stair
Without seeing a thing at all.
The scenery is emphasize its awe eveywhere,
While
everyone is busy to stare.
The
Queen never stops give her share,
Yet
she insists not to go there.
Today is one day she expects to cry
She wants to try it harder,
While yesterday she expect herself to
pry
And never she did such character.
Earlier
she burst her tears out
She
never ease her eyes without,
Just
thirty minutes later she found out
Her
sight finally come out.
Jumat, 11 November 2016
There's a Life and the Knife
Happy to forget about something that I don't even want to say for now
Can you hear me?
People hates the hatred, people likes to fake it
There's a lot in my mind. They come and go and come and go again.
They like a bunch of picture from the past when I'm trying to remember or forget
There's a little pretty girl, there's a music, and everything comes on the ground of my brain
There's a life, and the knife.
But I don't want to go out and stab anything that I've got to hate
I just want to sing it all, sing it all night long, night and day
Until somebody comes to tell me it's wrong
or they don't care about anything at all
I will understand
Yes, I will understand.
But I will never stop to sing, never hates the hatred, and never likes to fake it.
And it could be a mistake.
Can you hear me?
People hates the hatred, people likes to fake it
There's a lot in my mind. They come and go and come and go again.
They like a bunch of picture from the past when I'm trying to remember or forget
There's a little pretty girl, there's a music, and everything comes on the ground of my brain
There's a life, and the knife.
But I don't want to go out and stab anything that I've got to hate
I just want to sing it all, sing it all night long, night and day
Until somebody comes to tell me it's wrong
or they don't care about anything at all
I will understand
Yes, I will understand.
But I will never stop to sing, never hates the hatred, and never likes to fake it.
And it could be a mistake.
Sabtu, 05 November 2016
Maze
Time's not on my side
This is always "I'm so big and you're so small"
But, well, you're pretty
And I'm so kind
I'm laughing while my head is such a hell
for nothing
Sleep, Baby, sleep.
And lift your head up when I call your name
You need to go, Pretty Picture
I'm on a maze,
So, what about you?
Because I don't want to spell out the love is in your pretty eyes
This is always "I'm so big and you're so small"
But, well, you're pretty
And I'm so kind
I'm laughing while my head is such a hell
for nothing
Sleep, Baby, sleep.
And lift your head up when I call your name
You need to go, Pretty Picture
I'm on a maze,
So, what about you?
Because I don't want to spell out the love is in your pretty eyes
Selasa, 18 Oktober 2016
Puran
“
“Hujan turun. Semua orang terjebak. Aku terjebak. Seharusnya aku tidak keluar
dari rumah. Tetapi, hujan sudah terlanjur turun dan aku terjebak di tengah
kerumunan. Menakutkan. Sama halnya dengan mengatakan kenyataan, memberi
pengertian yang sebenarnya kepada orang lain, atau seseorang. Sangat
menakutkan. Sementara hujan masih begitu deras, aku terjebak di tengah
kerumunan dan harus menghadapi kenyataan bahwa seseorang yang aku cintai (aku
tertawa di saat menuliskan kata “cintai” ini. Entah kenapa) juga terkepung
hujan.
“
“Sebenarnya aku tidak tahu pasti, apakah aku benar-benar jatuh cinta atau hanya
mengalami kegilaan terobsesi dengan harapan yang muncul beberapa tahun lalu.
Jika ini hanya sebuah obsesi, maka sebut saja aku seseorang yang gila. Dan
jangan pernah hiraukan apa yang aku pikir dan lakukan. Akan lebih baik lagi
jika kau bisa membedakan keduanya: obsesi, (gila), dan cinta. Namun, jika hujan
turun begitu deras, ke mana kita harus pergi? Di situasi seperti itu, kau tidak
bisa menghiraukan aku. Bukan karena aku sedang terobsesi atau jatuh cinta,
tetapi karena kesopanan”.”, Puran menatap Zul yang sedang menutup buku
catatannya. Dia baru saja mendengarkan kisah yang Zul tulis beberapa waktu lalu.
Zul dan Puran adalah teman lama. Mereka adalah teman satu tim di sebuah sekolah
sepakbola di saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Ketika mereka satu kelas
pada saat duduk di kelas tiga SMP, mereka berhasil menjuarai turnamen sekolah.
“Orang-orang
akan menertawakanmu. Itukah yang kau alami beberapa waktu lalu?” tanya Puran.
“Aku
juga berpikir seperti itu. Orang-orang menertawakanku. Dan itu membuat perutku
mual. Ya, itulah yang kualami. Hujan turun, aku terjebak, gadis itu terjebak,
orang-orang terjebak, dan aku tidak tahu harus membicarakan apa. Meskipun aku
terus berbicara dengannya.”
“Jika
memang seperti itu kenyataannya. . .”
“Aku
semakin mual.” Potong Zul.
“Apa
kau baik-baik saja?” tanya Puran.
“Tidak.
Aku tidak baik-baik saja. Bagaimana jika dia tahu?”
“Dia?
Dia siapa? Oh, dia. Apa yang dia tahu?”
“Maksudku,
bagaimana jika dia merasa terganggu?”
“Terganggu?
Ini hanya tulisan. Kau bisa membuatnya menjadi sebuah fiksi, dia tidak berhak
merasa terganggu karena itu. Menurutku, kau boleh sedikit membencinya apabila
dia merasa terganggu.”
“Tulisan
ini barulah sebuah rencana. Akan kupublikasikan nanti. Hanya saja, sebisa
mungkin jangan sampai ada yang merasa terganggu karenanya.”
“Kau
sudah menceritakan tulisan ini padaku. Menurutku, tidak ada yang mengganggu.”
“Bagaimana
kau tahu bahwa dia tidak berhak merasa terganggu?”
“Zul,
kukatakan padamu, jika gadis itu merasa jijik padamu, barulah dia akan merasa
terganggu.”
“Oh,
ya? Lalu, apa yang sebaiknya kulakukan jika dia benar-benar seperti yang kau
katakan?”
“Tinggalkan
dia. Tetapi jangan tinggalkan ceritamu. Hidup ini terlalu singkat, kau tidak
akan punya waktu untuk menyesal karena menyia-nyiakan sesuatu yang membuatmu
hidup seperti sekarang ini. Sekali-kali, kau harus lari. Jika ini adalah
penjara bagimu, maka lari. Dan jangan lupa untuk mengikatkan naskahmu di kaki
jika kau ingin lari seperti Andy Dufrene.”
Aku
selalu menjadi pendengar di saat-saat seperti ini. Memikirkan sesuatu untuk
dikatakan membuat perutku semakin mual. "Kau tahu, saat aku masih SD, aku akan
muntah jika merasa terlalu takut.”
“Oh,
ya? Apa yang terjadi pada saat itu?”
“Aku
masih kelas enam, hari sudah malam, dan semua toko di pasar sudah tutup. Besok,
akan ada praktek di kelas pengetahuan alam dan salah satu peralatan yang
dibutuhkan adalah spiritus. Jam pertama. Kau tahu, aku lupa membeli spiritus.
Dan hukuman yang aku bayangkan bakal kuterima jika aku tidak membawa barang itu
sangat membuatku takut pada saat itu. Lalu, kukatakan pada ibuku, bahwa aku
harus membawa spiritus untuk besok, tetapi hari sudah terlalu malam untuk pergi
membeli barang tersebut.
“Kemudian,
aku mulai menangis karena ketakutan. Ibuku, kedua saudaraku, tanteku, nenekku,
ayahku, tidak satupun dari mereka yang bisa membuatku tenang. Ibuku berjanji
akan membelinya besok pagi dan menghantarkan spiritus sialan itu ke sekolah.
Tetapi, aku tidak melihat dan memahami apa yang dilihat dan dipahami oleh ibuku
dan siapapun di ruangan itu. Aku terus menangis ketakukan sambil berbaring di
atas sofa. Aku panik. Semua orang melihat bahwa masih ada kesempatan untukku,
tetapi aku tidak. Tangisanku semakin menjadi-jadi dan ‘weekkk!’, lantai di
bawah kepalaku berserakan dengan muntahan. Kemudian, aku lupa apa yang terjadi
selanjutnya. Sepertinya aku langsung tertidur. Atau pingsan? Aku tidak ingat.”
“Lalu,
bagaimana dengan spiritusnya? Apa kau mendapatkannya?”
“Aku
tidak ingat. Bahkan aku tidak ingat apa yang terjadi di sekolah keesokan
harinya. Dan aku tidak pernah ingin mengingatnya. Aku merasa pengalaman itu
merubah cara pandangku terhadap hidup. Aku tidak mengerti, mengapa aku begitu
takut, mengapa aku muntah, tetapi, itulah yang terjadi. Dan semua orang di
keluargaku masih mengingat kejadian itu hingga sekarang. Sebelas tahun
kemudian, keponakan pertamaku, seorang laki-laki yang baru dua tahun, juga
memuntahkan isi perutnya jika terlalu lama menangis. Ketika aku melihat keponakanku
seperti itu, aku sedikit terganggu dengan pikiran bahwa dia akan menjadi
seperti diriku di saat dewasa. Di saat keponakanku menangis dan muntah, ibuku
mengatakan padaku, “dia (keponakanku) seperti kamu”.
“Dan
aku menyadari, bahwa antara aku dan keponakanku tersebut memang memiliki
beberapa kemiripan. Kami sangat dekat, dan kupikir, itu adalah sebuah
keserasian.”
“Lalu,
akan ada kesamaan antara kau dan keponakanmu. Termasuk dalam caranya menghadapi
perempuan. Bukankah itu yang sedang kau bicarakan sebenarnya?”
“Aku
pikir begitu. Meskipun aku tidak menginginkannya mengalami hal itu. Tapi, jika
teori ini valid, suatu saat keponakanku akan mengenal seorang perempuan yang
membuatnya jatuh cinta atau terobsesi, kemudian merasakan apa yang aku rasakan pada
saat ini. Tetapi, aku tidak khawatir, sebab, keponakanku adalah tipikal anak
yang sangat aktif. Itu menandakan kecerdasan. Dia sudah berlari seperti
anak berusia lima tahun, tidak menangis
jika terjatuh, dan, ini yang paling kusuka, dia akan memintaku membacakan
sesuatu untuknya jika menemukanku di kamar sedang membaca buku.”
“Oh,
ya? Apa yang kau bacakan untuknya?”
“Tentang
Daendles. Jalan Raya Pos. Keponakanku
akan duduk termangu mendengarkanku membacakan cerita. Ketika aku berhenti untuk
jeda, aku menatapnya, dan wajahnya begitu serius. Aku ingin menciumnya pada
saat seperti itu. Dia begitu lucu. Tetapi, aku akan kembali pada cerita. Hari
berikutnya, dia akan mengatakan, “Om, nyanyi orang jahat” setiap kali dia ingin
aku membacakan kisah tentang Daendles. Kenapa dia mengucapkan kata “nyanyi”
untuk mengatakan “cerita”, aku tidak tahu.”
“Apa
yang kau harapkan dari keponakanmu itu?”
“Aku
tidak tahu.”
“Lalu,
apa yang kau harapkan dari dirimu?” pertanyaan Puran digantikan dengan sunyi.
Zul nyaris saja mengatakan “aku tidak tahu”, tetapi dia berhasil menahan diri.
Kemudian Puran memperjelas pertanyaannya,
“Kau
tahu apa yang kau hadapi. Entah itu obsesi atau cinta. Lalu, apa yang kau
harapkan dari dirimu untuk kau lakukan?”
“Entahlah.
Aku mual.” Jawab Zul.
To Blur and Oasis
I hear something in my ears,
Part of Oasis, part of Blur. .
I see something in my mind,
Liam and Albarn are just looks like the
same each other
Am I right?
They’re nineties, they’re famous, they’re
a star, they’re a singer, they’re on the band
They were young, and they’re British.
I can’t see no differencies
“No
one’s gonna tell her what I am about?”
Who is ‘her’?
“She’s
a twentieth century girl”
Now I’m sitting in a chair when the people
called the years 2016
“This
is the next century,”
But the songs “are gonna live forever”.
Now take a look to myself,
I’m afraid to see, to feel what I feel,
To do what I want to.
“It’s
nothing special”.
Easy Baby Easy
What do you think
about the situation?
I lost my game,
I’m feeling sad as I’m proud to be loving you
What do I know? I
don’t deserve. There’s nobody want me to know
I have to do some
little act,
Talking, sleeping,
eating, and laughing for nothing
Good for you and
the people
Something must be
done, but, how? When it’s over, I think I’m gonna be fine
Except if I hear
some people come and ask me about what I meant was.
It’s good to know.
But it’s bad to feel.
Sun is shining and
sun is sinking
So, what are we
waiting for? Let the sun up and down. Time is never stop
I promise you.
We’re here and we’ll gone. I light the cigarette and then something is
burning.
Do you know what I
mean?
The people just
don’t understand about love, I guess.
John Lennon was
right, the people wasn’t
Sitting in a chair
and write something about feeling
I’m a rock and
roll, Baby. The people isn’t. I’m a blue and you’re the light
It’s cool to be
mean. Go out for the challenge,
I’m feeling guilty
but this is not the end.
If I dead, so
that’s the truly end.
Rabu, 12 Oktober 2016
It,s Just a Hard Time, I have to go and I Will...
This is my blog.
So, FUCK!
Love is always fuck, shit, make me sad..
Huuu, "We don't deserve to single one thing". Who said that? Jack White.
He's right. Absolutely.
Im gonna run away. Leaving. I'm doing it for the second time. Remember, for the second time.
Never like it.
So, FUCK!
Love is always fuck, shit, make me sad..
Huuu, "We don't deserve to single one thing". Who said that? Jack White.
He's right. Absolutely.
Im gonna run away. Leaving. I'm doing it for the second time. Remember, for the second time.
Never like it.
Senin, 10 Oktober 2016
Histrionic
Entah kenapa, berat
menulis puisi menggunakan bahasa Indonesia.
Setiap kata yang
kutulis, terasa berlebih-lebihan, manja, dan menjijikkan.
Kenapa?
Jawabannya adalah:
karena aku jijik melihat puisiku sendiri.
Lihatlah, hampir di
setiap puisi yang pernah kutulis, aku melarikan diri dari perasaan yang sebenarnya.
Menutupi hal yang
sebenarnya.
Aku jatuh cinta, dan
aku tidak berani mengatakan apa-apa. Sebaliknya, aku menciptakan diksi-diksi untuk mengatakan bahwa aku ‘baik-baik’ saja.
Karena, kenyataan di
dalamnya sangat menakutkan.
Menakutkan sehingga membuatku
merasa ingin muntah, tetapi kuanggap hal itu sebagai menjijikkan.
Bukan
menakutkan.
Karena, jika kutuliskan
apa yang sebenarnya, menakutkan memikirkan bagaimana aku menghadapi orang-orang
di esok hari.
Itulah kenyataannya.
Aku ingin menyelami jiwa-jiwa para penulis hebat di dunia, lalu mencari tahu
apakah mereka juga mengalami apa yang kualami, melakukan apa yang kulakukan,
dan bagaimana rasanya melewati masa-masa seperti itu.
Menghadapi orang-orang
di esok hari. Itulah yang sangat menakutkan.
Tapi, aku sedang jatuh
cinta, mencari sesuatu untuk memberi makan pikiranku, dan merahasiakan sesuatu.
Histrionic. Ini adalah
tentang diriku, bukan kau, kalian, atau siapapun. Aku butuh diriku untuk merasa
baik-baik saja.
Untuk tenang,
Dan kuharap, kau juga
merasa baik-baik saja....
Selasa, 04 Oktober 2016
Tuturan Kata: Walpaper Fiksi
Tuturan Kata: Walpaper Fiksi: “Yang terjadi adalah diriku tidak mampu menghentikan kehidupan yang bekerja di dalam otakku untuk berpikir. Aku merasa tidak mampu beri...
Walpaper Fiksi
“Yang terjadi adalah
diriku tidak mampu menghentikan kehidupan yang bekerja di dalam otakku untuk
berpikir. Aku merasa tidak mampu beristirahat. Beristirahat membuatku merasa
bersalah karena mengabaikan pikiranku yang terus bekerja dan membuat apa yang
mereka kerjakan menjadi sia-sia. Aku merasa berdosa jika membiarkan itu terjadi
– beristirahat sementara itu pikiranku belum ingin beristirahat. Kadang aku
berpikir, bahwa pikiran adalah Alam Semesta. Mereka tidak pernah berhenti
bekerja. Bahkan, di saat tidur pun pikiran tetap bekerja. Mereka tidak pernah
berhenti. Kecuali, mungkin, jika kita sudah mati.”
Dari
dalam gerbong kereta, Zul, mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Beberapa
tahun setelah perjalanan itu, dia mengatakan padaku bahwa dirinya tidak dapat
mengingat dengan baik apa yang ditatapnya saat itu, karena bukan pemandangan di
luar yang sebenarnya ia lihat, melainkan masalalu.
Masalalu:
cinta pertama yang dia rasakan pada saat masih duduk di bangku kelas 1 SMP.
Masalalu: masa orientasi siswa di bangku SMA. Masalalu: pramuka. Masalalu: satu
bulan mengalami gangguan tidur.
Setelah
perasaannya tentang masalalu itu menguap, yang tersisa kemudian hanyalah
ingatan. Menurutnya, ingatan tanpa perasaan sama seperti sebotol Johnson’s baby cologne yang dibiarkan
terbuka selama berminggu-minggu sehingga keharuman di dalamnya menguap dan
kehilangan “kekuatannya”. Kita masih bisa melihatnya, menuangkannya, bahkan
mengoleskannya di seluruh bagian dari tubuh kita. Tetapi, kita tidak bisa lagi
menikmati baunya, esensi darinya.
Kereta
terus melaju meninggalkan apa saja yang dilewatinya.
Setelah
sepuluh jam menempuh perjalanan, kereta yang ditumpangi Zul akhirnya sampai di
stasiun tujuan. Sebuah stasiun dengan
arsitektur kolonial. Hanya itu kesan yang muncul dari Zul mengenai stasiun
itu. Beberapa tahun kemudian, ia bahkan tidak berkenan untuk mengingat
langkah-langkah pertamanya di stasiun tersebut yang juga merupakan
langkah-langkah pertamanya di kota tempat stasiun itu berada. Dia tidak lupa, dia
hanya tidak ingin mengingatnya.
Hal
yang berkenan untuk diingatnya tentang saat itu hanyalah langkah-langkah
pertamanya setelah keluar dari bangunan stasiun di mana saudaranya berdiri
menunggu hanya beberapa meter dari pintu keluar-masuk stasiun. Kemudian,
sekilas pemandangan Malioboro, lukisan mural Chairil Anwar, ayam geprek di mana
mereka berhenti untuk makan malam, dan hanya itu. Bahkan dia tidak mengingat
bagaimana dia dan saudaranya sampai di rumah kost yang mulai saat itu menjadi
tempat tinggalnya hingga tiga bulan ke depan.
Zul
menganggap masa itu sebagai masa di mana imajinasi berhenti, hasrat yang
sesekali datang adalah palsu dan lemah, dan menimbulkan kesan ‘membosankan’ di
dalam dirinya setiap kali ia mencoba untuk mengingat.
Aku
mengetahui hal itu – yang menurutku telah membawanya ke kota di mana kami
sekarang berkuliah – pada saat Zul menceritakannya padaku di suatu siang di
lantai dua perpustakaan universitas.
“Aku
tidak membaca sepatah kata-pun dari fiksi ini dalam setengah jam terakhir.”
Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut Zul setelah ia bercerita
tentang masalalunya. Ia melanjutkan, “Aku juga tidak tahu bagaimana ingatan itu
bisa muncul.”
Aku
tidak sering menoleh ke arah Zul meskipun sudah dua jam kami berada di bilik
yang bersebelahan. Tetapi, aku bisa memastikan bahwa, selama “setengah jam
terakhir”, Zul sama sekali tidak menggerakkan kepalanya, dan tidak mengubah
arah pandangnya dari fiksi di hadapannya.
“Apa
ada hal yang sedang mengganggumu?” aku memancing Zul untuk mulai bercerita
karena aku juga sudah tidak lagi dapat berkonsentrasi pada bacaanku.
“Apa
kau sering membaca?” Tanya Zul.
“Ya.”
Ketika aku ingin menambahkan sesuatu, Zul mendahului,
“Apakah
kau suka menulis?”
“Ya.”
Kali ini, aku menahan diri dan menunggu apakah Zul akan mengatakan sesuatu.
Kemudian setelah diam selama beberapa saat, akhirnya aku yakin bahwa aku bisa
memulai pembicaraan.
“Apakah
kau juga menyukainya? Membaca dan menulis?”
“Ya.”
Zul menjawab sembari memberi anggukan ke arahku. Lalu menegakkan duduknya
dengan gerakan cepat, mengarahkan badannya ke arahku, kemudian,
“Aku
sudah duduk di sini dan mulai membaca sejak dua jam yang lalu. Seperti biasa,
aku mambaca dengan semangat. Kemudian, di akhir sebuah bab, aku seperti
menemukan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang memberikanku sebuah kebenaran,
dan aku tidak ingin membantahnya. Pendeknya, aku setuju dengan kebenaran
tersebut karena aku merasa ada kebaikan di dalamnya. Bahkan, aku mengagumi apa
yang baru saja kutemukan.
“Seperti
biasa, hal itu memicu semangat untuk menulis meledak dalam diriku. Namun, ada
sebuah gangguan.” Zul berhenti beberapa saat, semangat di wajahnya memudar. Sepertinya
gangguan tersebut benar-benar membuatnya tidak nyaman.
“Aku
mensyukuri ledakan semangat yang terjadi, tetapi gangguan itu benar-benar
membuatku takut. Kau tahu apa yang sedang aku baca beberapa hari ini?”
“Alice
Walker?” tanyaku.
“Ya.
Nama itulah yang sekarang membuatku takut. Takut jika, kepribadianku hilang dan
tulisanku hanya menjadi “milik” Alice Walker. Apa yang harus kulakukan?”
“Aku
tidak tahu apa yang sebaiknya kau lakukan terkait dengan rasa takut mu itu.
Tetapi, aku cukup yakin untuk mengatakan, jangan berhenti membaca. Dan, setelah
kau menyelesaikannya, jangan takut untuk membacanya kembali. Meskipun aku lebih
suka membaca buku lain setiap kali aku menyelesaikan satu buku.”
“Apakah
itu bisa dijadikan kebenaran?”
“Jika
apa yang ditulis oleh Alice Walker bisa kau anggap sebagai kebenaran, kenapa
tidak dengan ucapanku? Ada banyak kebenaran di dunia ini. Banyak sekali. Jika
satu kebenaran datang, maka kebenaran lain akan datang, kemudian yang lainnya
juga akan datang, begitu seterusnya. Hahaha! Kau dipenjarai oleh kebenaranmu
sendiri. Aku juga sudah membaca buku yang kau baca. Apakah kau sepakat jika
buku Alice Walker yang sedang kau baca berbicara tentang perjuangan melawan
penindasan? Aku harap kau sepakat. Dan harus sepakat.”
“Tetapi,
mengapa aku justru merasa ditindas? Oleh pikiran bahwa akan ada orang-orang
yang berpendapat bahwa tulisanku seperti Alice Walker? Kemudian, aku menganggap
bahwa rasa takut akibat gangguan yang menindas tersebut sebagai pengalaman
estetis, lalu aku merasa bahwa pengalaman tersebut penting untuk kutuliskan,
dan lalu,” Zul tiba-tiba berhenti berbicara. Kemudian memulainya lagi beberapa
detik kemudian,
“Apakah
orang-orang akan membenciku setelah aku mengungkapkan pengalaman estetis
tersebut ke dalam tulisan? “ dia berpikir sejenak, lalu, “Atticus Finch!” Zul
mengucapkan kata ‘Atticus Finch’ dengan setengah berteriak dan itu cukup untuk
membuat kursinya bergeser dan mengeluarkan suara yang lumayan keras. Aku
melihat sekitar, beberapa orang melihat ke arah kami, beberapa orang tidak. Zul
menyadari suara yang diakibatkan oleh tindakannya, tersenyum, dan melanjutkan
kata-katanya,
“Aku
membayangkan diriku akan seperti Atticus Finch ketika dirinya diludahi di
pinggir jalan oleh seseorang yang membencinya setelah melakukan sesuatu yang
menurutnya benar.”
“Kau
bahkan belum menghadapi situasi seperti itu. Kau baru menghadapi bayangan
tentang situasi itu.”
“Apakah
itu berarti hal yang kita bicarakan ini hanya omong kosong?”
“Jika
kau tidak pernah belajar, maka ya, apa yang kita bicarakan hanya omong kosong.
Kenapa kau bisa berpikir seperti itu? Kau mau meremehkan dirimu sendiri?”
“Aku
hanya sedang terbakar, kurasa.”
“Bukan
hanya kau yang sedang terbakar. Aku pun juga tengah mengalaminya. Mungkin juga
beberapa orang di dunia ini sedang mengalaminya. Akan kuberitahu kau sebuah
kebenaran. Dengarkan baik-baik. Ini adalah titik penting. Aku percaya dengan
apa yang aku bicarakan. Begitu juga dengan apa yang kau bicarakan. Sementara
itu, jika kau tidak bisa percaya dengan dirimu sendiri, jika kau meremehkan
dirimu sendiri, kau akan terhenti di titik ini. Itulah kenapa aku mengatakan
bahwa sekarang ini merupakan titik penting. Untuk dapat melampauinya, kau bisa
saja kedinginan, berkali-kali mengalami kegagalan, kehabisan akal, dan tidak
mendapatkan apa yang kau inginkan pada akhirnya. Lalu kau akan pulang ke rumah,
menceritakan kegagalanmu kepada seorang teman, sebelum kemudian giliran temanmu
yang melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang kalian inginkan.
“Jika
pun pada akhirnya tidak seorang pun dari kalian yang berhasil, itu tidak
masalah. Sebab, kalian sudah melakukan segala sesuatu yang bisa kalian
pikirkan. Hidup ini hanya soal menunggu giliran. Itulah kebenarannya. Lalu,
kenapa Alice Walker begitu mengganggumu?”
“Aku
rasa kau benar, aku dipenjara oleh kebenaran-kebenaran. Sekarang aku berpikir,
tanpa rasa takut, hanya berpikir. Begini, beberapa waktu lalu kau mengatakan
bahwa aku dipenjarai oleh kebenaran. Saat ini, setelah penjelasanmu, aku merasa
jauh lebih baik. Aku tidak lagi bermasalah dengan tokoh-tokoh, kemudian, yang
terjadi adalah diriku tidak mampu menghentikan kehidupan yang bekerja di dalam
otakku untuk berpikir. Aku merasa tidak mampu beristirahat. Beristirahat
membuatku merasa bersalah karena mengabaikan pikiranku yang terus bekerja dan
membuat apa yang mereka kerjakan menjadi sia-sia. Aku merasa berdosa jika
membiarkan itu terjadi – beristirahat sementara itu pikiranku belum ingin
beristirahat. Kadang aku berpikir, bahwa pikiran seperti hal nya Alam Semesta.
Mereka tidak pernah berhenti bekerja. Bahkan, di saat tidur pun pikiran tetap
bekerja. Mereka tidak pernah berhenti. Kecuali, mungkin, jika kita sudah mati.”
“Kau
akan merasa lelah. Dan di saat seperti itu, kau bisa beristirahat. Aku rasa aku
cukup lelah setelah pembicaraan kita kali ini. Dan aku akan pulang ke rumah
lalu tidur dan membiarkan pikiranku meneruskan pekerjaannya.” Aku benar-benar
lelah. Setelah membereskan perlengkapanku aku segera bergerak meninggalkan Zul.
Baru beberapa langkah aku berjalan, Zul memanggil,
“Hey,
kau melupakan handphone-mu.”
“Oh,
my God! Terima kasih banyak, Zul.” Zul menyerahkan handphone-ku. Aku melihat
layarnya menyala dan melihat Zul.
“Lelaki
ini, dia kekasihmu?” Yang dimaksudkannya adalah seorang lelaki di walpaper
handphone-ku. Lalu, kumasukkan handphone-ku ke dalam kantong celana, dan pergi
tanpa menjawab pertanyaannya.
Langganan:
Postingan (Atom)